Sabtu, 28 September 2013

ENTAH...

Pintu-pintu malam diketuknya dengan tubuh renta dan hati yang kalang kabut.
Dihampirinya, entah untuk singgah demi secangkir kopi, ataukah tinggal untuk sejarah yang kerap membuat luka.
Mulutnya bungkam untuk sekian tanya yang tercekat di batang leher. Lelucon pun datang terlambat pada langit yang kehilangan warna merah di bibirnya,
"Hati kerap membatu begitu saja, diam tanpa gerak," lalu waktu berbalik arah, tak lagi saling mengenali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"