"Waktu itu kilat petir belum keras menyambar dada," lupakan, hitamkan saja angka-angkanya.
Di kemudian hari, senyum di bibir menggulung jalan-jalan temu, ditelikung pesta semalam diatas panggung mimpi.
"Bukankah keramaian adalah tempat yang tepat untuk menghitamkan angka-angka?" melarikan dosa pada maaf yang tak melahirkan sesal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"