Senin, 15 April 2013

TENTANG SEBUAH RUMAH

Aku mempercayainya setelah angin membawanya mengetuk pintu rumah. Setapak demi setapak langkah kakinya bercerita tentang mimpi,
"Ada gubuk di kaki bukit, berjendela besar dan berpintu lebar...,"

Hari itu gerimis menyertai kedatangannya, bukan gerimis dari kedua mataku, tapi titik-titik bening dari dadanya,
"Lihat, disana kembang-kembang kopi itu bermekaran,"

Dan kita bercengkrama, sampai tiba jeda memangkas habis cerita. Hening, lalu...,
"Bunyi-bunyian itu sudah memanggilku, permisi...," hendak kubawa lukisan tentang gubuk dan pucatnya kembang-kembang kopi ini setelah tandas kopi terakhirku.

Ini gerimis terakhir..., sore penghabisan saat kulihat jari-jari tanganmu sibuk berkemas memunguti warna kuning di hatiku yang merana,
"Kalau saja rumahku tidak mempunyai pintu, hanya jendela besar...,"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"