Diam disana tanpa suara. Sesekali saling berbisik membicarakanmu, meski kerap diam..., seperti pahit yang mengerak di dasar cangkir kopiku.
Dari sini lembab kabut yang turun dari angka-angka pada jarum jam di dinding kamar merayu masa dengan mata sayu,
"Pertemukan rindu-rindu di belakang punggungku dengan pagi di dadanya saat lelapnya semalam memburu namaku...,"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"