Rabu, 13 Maret 2013

SEMALAM SAJA

Angka-angka pada kalender di dinding hitam itu lelah di tengah perjalanannya. Satu-satu turun menapaki keningnya. Sejenak berhenti di kedua matanya. Ada lautan tanpa ombak disana, hanya desau angin tanpa kalimat yang terbaca samar,
"Ini hari yang kemarin," setumpuk tanya menceraikan jawab dengan kertas kosong yang tak pernah lagi mau mendudukkan berlembar-lembar kisah bungkam.
"Kenapa kau menuruni keningnya?"
"Dadaku sesak menghuni lipatan keningnya, aku ingin melihat matanya,"

Angka-angka pada kalender di langit-langit malam lelap di peluk gelapnya malam yang mendung. Berpuluh batang rokok dan secangkir kopi pahit membawa sejarah dari kedua matanya pada bangku lembab di halaman belakang,
"Aku masih menunggu diamnya membunuhku sekali lagi," membakar lagi nyaliku hingga menjadi abu, di hembus angin dan semuanya kembali tak berbekas.

Seperti lelucon-lelucon tentang cinta yang hanya semarak di malam ini, semalam merajuk dengan sekeranjang penuh mimpi, lalu esoknya kebingungan memulai arah perjalanannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"