"Aku kerap meringkuk sendiri disini, mengerami sunyi...," lelah seharian melukis merah pada tulang pipi, menggantung senyuman pada takdir yang garisnya tak segera temurus.
Pagi sering mengutuk senja, tepat saat berkali pernah kubisikkan arah di tipis telingamu kala gerimis membuat kita berdua muram,
"Pulanglah...," bersama lagi menanam benih-benih kembang yang kemarin malu mekar dibentak prasangka dan amarah. Pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"