Sabtu, 19 Januari 2013

SEJAK KATA-KATA BERHAMBURAN DARI TUBUHMU

Sejak kata-kata keluar dari buah dadamu,
Banyak mata memperhatikan halaman demi halaman cerita yang kau tulis dengan banyak cinta di atas ranjang;
dengannya sewaktu pulau cinta itu menutup matamu dari keberadaan hak yang memintamu pergi,
dengannya (yang lain) sewaktu malam begitu berisik dengan kehilangan yang kau ingkari,
"Akulah sang terpilih, tak pernah sekali pun mencari," hanya terus kecewa karena pencariku selalu kesalahan yang terbaca di akhir halaman.

Sejak kata-kata berhamburan dari kemaluanmu,
Sekian malam membuat kerongkongan terkejut dengan kerasnya arak yang kau telan dari puluhan wajah di bawah selimut kusam;
dengannya yang memintamu menetap di bawah pohon kering yang ringkih di musim derasnya hujan,
dengannya dalam ruang-ruang malam memabukkan, hilang tanpa nama meski (katanya) semua atas nama cinta,
“Akulah sang waktu, terus sibuk membacamu...,” sampai kulupakan siapa sebenarnya yang hendak mengenaliku di musim tanpa gerimis setelah ini.

Sejak kata-kata memilih ruangnya dalam hening dengan sedikit terang cahaya,
Aku memilih untuk bersimpangan arah denganmu, memilih untuk diam saja disini menadah kata-kata itu dari matamu yang memerah penuh amarah, memutuskan untuk membiarkanmu telanjang tanpa sebaris nasehat dan setia menatapmu dari kejauhan dengan ujung mata yang sesekali melirik akar-akarmu tercabut dari tanah yang semestinya menjadi tempatmu tumbuh menjulang karena sejak kau menutup telinga dan mata, sejak itulah mulutmu mempertontonkan kemaluanmu pada orang-orang yang meludahimu, disitulah kita meminta kata-kata membedakan kasta diantara kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"