Minggu, 27 Januari 2013

CANGKIR KOPI KESEKIAN

Tandas lagi,
Seperti lenyapnya hangat semalam
Nyaris sempurna untuk puisi-puisi bisu
Terseduh pekat, menghitam untuk kelopak mata

Tak lagi berani berseru
Meski tetap hangat menggenggam rindu
Biar saja terdiam, sampai kelak berontak
Mengerak pada ceruk terdalam, berbekas sesaat

Ini cangkir kopi kesekian,
Nikmat menyabung rasa dalam lara yang panjang
Meragu untuk sekian cangkir dalam segenggam embun
"Aku hanya prasasti, setia pada keheningan yang kau rajah,"

3 komentar:

  1. seperti kopi hitam pagi ini, hitam pekat, hambar.
    layaknya mengharap sesuatu dalam kesesatan yg tiada ujung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepagi ini dengan secangkir kopi hitam tanpa gula,
      "Kemarilah, kita hanya perlu lebih banyak waktu untuk bicara...,"
      Pagi Ngulati Wangsa, mari ngopi.

      Hapus
  2. Pagi juga mbak...
    Mari...:)

    BalasHapus

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"