Kukirimkan air mata ini
Bersama rintik hujan senja
Nirwana tak lagi menghadirkanmu
Jejak pijak rasa itu luruh diminta gerimis
Kulirik ke dalam diri
Basahan tanah selalu bisa mengingatkan
Aroma penantian tak pernah sampai padamu
Biarlah sisa cinta ini pupus bersama gerimis senja
Duhai kau penggenap malam-malamku,
Kubisikkan mantra magisku pada mirisnya gerimis senja
"Pergilah bersama musim tanam saat ladang menuai semua benih,
Aku tak lagi mampu menghidupkan ladang hati ini untukmu di musim mendatang, pergilah..."
kiranya ada sebuah lubang yang dalam, pada keluasan ladang hati di puisimu ini mba yayag. bahkan, mantra magis yang semestinya memfungsikan "sebuah kerja pada sesuatu" berubah menjadi sebentuk penyerahan diri.
BalasHapusdengan kata lain: pergilah. aku lirik seolah sudah tidak sanggup lagi
salam mbak, inspiratif
@ Mas Budi Sudarmanto :
BalasHapusTerimakasih sangat sudah berkenan mampir kemari dan mengapresiasi puisi saya mas Bud, I need thet much.
sama-sama mba yayag, senang bisa sama-sama berbagi.
BalasHapus