Senin, 29 Agustus 2011

SENDIRI YANG TAK JUGA MENGGENAPINYA

Hadirnya tidak pernah diharapkan siapa pun. Tidak juga mereka yang mengatasnamakan cinta dan janji sehidup semati dihadapanNYA. Sedari awal pintanya meradang mencari cinta. Inginnya dia menjamah semua yang memandangnya demi rengkuh yang hangat. Tak banyak kata yang pernah dilontarkannya. Tapi matanya selalu nyalang mencari. Telinganya pun tak pernah tidur untuk mendengar setiap pengingkaran-pengingkaran atas dirinya. Hatinya begitu keras berdebum, membenamkan semua sangkal agar dirinya diterima mereka. Sendiri dia disekitarnya. Kadang dadanya membungkuk dan meneku hebat juntai kakinya manakala pengharapannya tak pernah menegakkan mukanya. Tercabik oleh caci dan tersungkur karena luka. Sekecil itu hidupnya tak memberikan keindahan. Tak ada pembelaan untuk jiwanya yang mungil dan mencari perlindungan hingga dia selalu tersudut di sudut gelap tanpa ada yang menggapainya.

Belianya mengeram dalam hampa. Ada cinta yang pernah menyapanya dengan getar lembut yang membuatnya merasa ada. Dia tersenyum. Ada bunga mekar dalam binar mata belianya. Inginnya dia bersandar pada peluk yang dirindunya puluhan tahun lampau. Tapi hatinya yang pernah menolak cinta telah membuatnya gentar. Apakah cintanya mampu melindungiku ? Mereduplah dia dalam ragu. Ditutupnya hatinya untuk cinta. Dan seketika itu jugalah sakit itu menyengatnya. Ada caci lagi yang dimuntahkan mereka untuknya yang tak bisa lain selain menunduk dalam nista yang kembali disematkan untuk liku hidupnya. Sakit. Tapi apalah artinya sakit kala sang maha berhak atas dirinya menyematkannya untuk mempertegas status kepemilikan mereka ? Sakit itu mati rasa. Dan dielusnya sekali lagi luka itu. Disimpannya dalam bilik hati yang menghitam.

Remajanya memuakkan. Ada sudut yang selalu ditutupnya rapat-rapat dalam sudut kelam mata hitamnya yang mempesona. Tak pernah lagi ditatapnya cinta dengan matanya. Lalunya menolak cinta. Dia mencoba mencari lagi nilainya dari mereka yang menghadirkannya dalam gelap kelam yang memanas. Pedih luka itu dibasuhnya sendiri. Oh...rindunya diharapkan ada meski tak pantas ada. Kemana pun dia berjalan, tak pernah lagi diangkatnya raut muka nelangsa itu. Ada malu yang dibenamkan padanya. Ada jijik yang dijahitkan dalam kedua katup bibirnya. Membisu adalah apa yang terindah untuk digaulinya.Nafasnya mulai putus-putus. Lelah dan gontai. Apakah akan ada yang mengakuinya tanpa pernah membenamkan luka padanya ? Mereka menjawabnya dalam satu bentakan bahwa dirinya tak pantas merasa cinta karena dirinya menjijikkan.

Dan kini,
Dia hidup dengan luka yang menganga dalam dan merah. Perih. Tapi luka itu senantiasa mencintainya yang bodoh. Berkali terlunta dalam pencarian akan adanya. Berkali juga termuntahkan dalam onak yang menolaknya. Ada yang diharapnya hadir mutlak untuk tidak pernah lekang oleh waktu, syarat dan opini. Agar dirinya bisa lagi mengangkat mukanya dengan bangga untuk berjalan bersama dalam keyakinan yang dihangatkan darimu untuk sisa alur hidupnya yang hanya meninggalkan sedikit saja asa. Jangan lagi ada yang menyisihkannya karena dia menjijikkan. Jangan ada lagi yang memuntahkannya karena dia tak pantas. Jangan ada lagi yang mendorongnya ke sudut gelap karena kebodohannya.
Rengkuh saja dia.
Dia tak lagi mampu menyangga semua pengingkaran akan dirinya.
Hangatkan saja dia.
Dia hanya ingin merasa ada karena memang dia ada.
Ramaikan dia.
Sepi dan sendirinya telah begitu merampas semua yang tak pernah hangat dimilikinya.

Dan untukmu,
Tetaplah menghangat dalam nadi lenganku. Lukamu selalu kudengar dalam mimpi burukku. Hutangku untuk membuatmu bahagia diatas segala kebahagiaan fana yang kucari. Bersamakulah kau sematkan mimpi dan dendam keramatmu untuk amarah yang akan kubayarkan lunas demi akhir takdirmu. Bukan mereka yang akan membahagiakanmu, tapi aku ! Bukan mereka yang akan menggenggam erat jemarimu untuk melangkah ke depan tanpa pernah melepaskan lagi, aku saja yang bisa kau percayai ! Bukan mereka yang akan membuka katup matamu dari luka bernanah itu, tapi aku !

Aku tak akan pernah akan mengukirkan janji tanpa pernah melunasinya untuk senyummu.
Aku tak akan pernah membalikkan ragaku kala kau mencariku bersemat air mata yang menyakitiku.
Aku tak akan pernah menghindari hadirmu kala semua menghitung untung rugimu untuk mereka.

Aku ada disini karena aku akan menggenapimu !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"