Senin, 29 Agustus 2011

MENGGUGAH KUTA UNTUK KITAi


Malam itu ada cinta mereka yang menari dipelupuk mata kita yang sibuk bertanya pada alam. Mereka begitu merajakan rasa yang mereka rajut sekian waktu dibelakang. Menghapus semua berat yang ditimpakan pada mereka oleh aturan dan pandangan. Tapi malam itu mereka hanya berdua. Tak ada yang lain. Tak ada juga kita yang tak juga berani beradu dengan takdir demi rasa yang sangat membuat kita hidup. Mereka saling bertukar cinta dalam tatapan yang menjunjung bahagia di pusaran paling puncak untuk kisah mereka. Semua senyumnya hanya untuk lelakinya malam itu.
Pongah kupandang mereka. Kita tak berdaya. Begitu besar kehilangan yang kita takutkan malam itu. Beliak mata ini tak cukup menyembunyikan butir bening kita dalam nista yang terpasung keinginan untuk lepas. Rindu kita untuk tidak ada diantara mereka, kalian dan dunia. Kita hanya ingin kita. Kami hanya untuk kami.
Kuingat lagi sore intu di Canggu yang beranjak gelap, kupeluk erat pinggangmu dalam rebahku di bahumu. Begitu beratkah melepaskan kita untukmu ? Mampukah aku meluntakan rasa ini demi kami ? Tak ingin kulepaskan semua ini, tapi bisik takdir kita makin membahana. Kita tidak untuk dipersatukan. Aku harus segera beranjak meninggalkanmu. Kita sama-sama tahu bahwa ini adalah yang terakhir dalam ratusan asa yang pernah kita jalin bersama, bahwa memang ini akan jadi yang terakhir.
Kulangkah dua tungkai kakiku yang berat ini, kueseret sebisa ragaku melakukannya, tapi tak bisa. Aku berlari lagi padamu, memelukmu, menghempaskan semua ketidakmampuanku meninggalkanmu. Kudengar hebat jerit ketidakrelaan yang sama padamu untuk melepaskanku malam itu.
Kembalilah kita pada Kuta yang megah.
Berdua lagi disana mengadu tanya pada Sang Maha, tak bisakah KAU ijinkan kami bersama ? Meluruhlah kita lagi, dan lagi pada jawab yang sama. Mata kita tak lagi mampu beradu dalam peluk yang hangat. Kita kalah. Kita terkalahkan. Lepaskanlah aku sekarang. Hatiku tak lagi mampu menahan koyaknya kisah kita yang lara. Semakin kutatap matamu, semakin kulihat merah itu didasar matamu. Dan semua pun memudar, kala kutinggalkan kau dalam peluk yang tak ingin kau lepas. Kulepaskan kau kala ciumanmu makin menghangat di bibirku yang tak pernah mengucap cinta lain selain cintamu yang membuatku berharga.
Kuta,
Jagalah dia untuk aku...berikanlah kenangan manis kami yang pernah kau rekam di malam-malam hening bersamamu kala dia datang sendiri padamu dengan rindu yang tak terbayar olehku.
Kuta,
Kuatkanlah aku demi dia...bisikkanlah rindunya untukku yang dia titipkan padamu kala aku kembali padamu menanyakan khabar cintanya untukku yang tak pernah boleh kita rajut lagi.

Dan kita,
Ingatlah selalu Kuta kita yang telah begitu membuat kita tinggi akan rasa manakala kita saling mencandu bahagia. Kuta yang tak pernah meninggalkan kita. Kuta yang tak pernah menjauh dari angan kita yang tak lunas untuk dunia yang penuh dengan labirin luka. Ingatlah Kuta yang menggugah kita.


(Mengingatmu yang hilang. Aku masih mengingat kita)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"