Kamis, 19 Desember 2013

RINDU PADA JENDELA KAMAR

Lagu-lagu lama merdu terputar di sudut hening kepala. Gerimis menjuntai dari atap rumah, turun dan menari di depan bening jendela kamar. Tetes gerimis melukis raut wajahnya yang tertunduk meremas cangkir kopi panas dalam genggaman, sejengkal di depan mata.
"Aku sering rindu telanjang di hadapanmu seperti ini...," telanjang dengan tubuh gemetar menanggung sekian jarak-jarak panjang yang terputus saat kedua matamu mengajak gerimis bercermin.
"Aku teramat sering merindukan desah nafasmu di sekujur tubuh telanjangku. Seperti saat ini...," saat tuhan-tuhan berkejaran diburu jalanan ramai yang merubuhkan tubuh telanjangku di sudut bibirmu yang gemeretak menghujat waktu.

Lagu- lagu lama kian menua. Tak lebih sunyi dari gerimis di bulan Desember. Setia mengajak ingatan berkelindan pada panjang helai-helai rambutku yang kembali sampai di bibir laut,
"Aku juga sering merindukan gerimis, pun di hari yang begitu deras hujannya...," merindukanmu sambil menasehati bayangan yang terlukis di lembab jendela kamar,
"Rindu yang kemarin terlantar. Rindu yang sering menatap keresahan di wajahmu,"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"