Rabu, 30 Oktober 2013

KAU YANG MERAWAT TUHAN

Sajak-sajak itu tumbuh pada kaca jendela yang sedari pagi dihiasi embun-embun bening berwajah kenangan.
Akar-akarnya berserabut halus di sudut matanya yang baru belajar menatap pagi setelah sekian lama tertanam lekat di dada yang berlubang,
"Biasanya pagi mengajak berbincang," menanya khabar yang tak pernah kau hidupkan dibawah dagu yang enggan dituduh bersalah,
"Kadangkala rindu menjadi sengsara diucapkan sewaktu diri sibuk merawat tuhan,"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"