Pada sekian cerita tentang ketelanjanganmu diatas tubuh mereka; melenguh, mengeluh, lalu mengadu pada waktu dan rasa malu,
"Aku tersesat saat mulai menamainya cinta,"
Berharap sekali saja pelukan setelah senggama, tak ubahnya berteriak kalah pada malam yang memintamu terus telanjang untuk jalan-jalan pulang. Semakin dijarah harap, kian tersesat dalam hening,
"Telanjanglah untuknya..," tapi jangan pernah meneteskan air mata yang menggenangi lorong-lorong hitam tempatmu merindukan jalan--jalan pulang.
Menangis saja untuk tubuh terlacur pada jiwamu yang muak dilacurkan.
Berteriaklah untuk langkah kakimu yang terus mengajak pulang, menziarahi terasingnya diri yang kian menua,
"Aku menunggu pelukannya...," menunggu untuk pulang dan menyudahi semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"