Kemarau yang mengintip, tak bisa lagi menghentikan air mata dari dingin yang menyeruak dari setiap pori tubuhku,
"Aku masih sibuk mengumpulkan hidup dari hati yang berserakan," begitu katamu.
Aku diam, kembali bersenandung lirih dengan bibir terkatup dan jemari tangan yang menggigil,
"Ya, aku tahu..,"
Sejak pergi bagi langkah kakimu adalah semaumu, sejak meninggalkanku tak lagi menjadi hari yang menghentikan detak nadimu, sejak tak lagi ada pamit yang kau tinggalkan di atas dadaku, sejak itulah aku terus kehilangan dirimu, juga bayanganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"