Keramat untuk kubuka halaman-halamannya
Apalagi kubaca dengan bunyi lirih sekali pun
Hanya diam saja merasai keringat dingin di telapak
Cerita ini, entah kapan bisa berkisah
Hurufnya terus luruh satu per satu, kosong
Judulnya mulai luntur dengan air mata dan hening
Aku akan mengingatmu sebagai pisau yang menyayat setiap kataku
Pernah kutunggu untuk meluangkan waktu
Menghilangkan prasangka, namun nyata terlihat
Aku hanya badut penghibur di waktu awan hitam turun
Menadah setiap butir airmatamu sebagai kenangan terindah
Lalu terusir huru-hara tawa yang kau candu
Hanya hitam dan sepi, begitu senyummu mencibir
Terlalu bodoh untuk duduk di samping bangunan tahtamu
Rela menjauh dari cerita yang kutunggu, namun tak pernah ingin kau bacakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"