Kamis, 29 September 2011

TUAN PUTERI

Pagi yang berisik
Dia berkoar sekian tabik
Kau, dia dan mereka saling berbisik
Menyelisik bisik-bisik

Kau menjulang terremas kedigdayaanmu
Kau mengangkasa meludahi angan-angan
Kau lantang berteriak hingga mereka gagu
"Kalian semua kaki, aku tempurung otak kalian,"

Malam makin penuh suara
Dia mengais kais ego di sudut-sudut keakuan
Kau, dia dan mereka hidup tanpa nyawa
Menerka reka pola sang pengaku keluarbiasaan

Kau bukan maharani dari satu tirani lagi, Tuan Puteri
Kau merajakanmu tepat disaat kau menguburkan dirimu sendiri
Kau mati untuk pemakaman tanpa pendoa
Kau pupus seketika tergerus tanpa wangi bunga kamboja 

4 komentar:

  1. aku suka caramu menggambarkan sesuatu. masih ingat dengan nama rori__malam di kemudian.com? sayangnya, terkadang kau kerap hilang dalam bahasamu sendiri, ini menurutku loh. karena aku juga kerap mengalami hal itu. salam kenal dariku. keep writing.

    Blogger surabaya

    BalasHapus
  2. @ Citra D. Vresti Trisna :
    Tentu saya ingat mas, saya jg sangat suka tulisan mas Rori. Ajarin saya mas. Sambang2lah kemari tiap sempat, ajari saya!

    BalasHapus
  3. ngajari apa? sungkan aku. aku lo juga masih belajar. gak ada yang menarik dari tulisan saya. kadang saya juga kesal dengan tulisan-tulisan saya. mengerikan

    BalasHapus
  4. @ mas Rori :
    Saya termasuk penyuka tulisan-tulisanmu mas, dan saya ngerasa perlu belajar dari mas.
    Mohon diperkenankan mas.
    Thanks banget sudah mau mengingatkan soal "pengendapan," itu ilmu yang mas bagikan ke saya. Suwun mas!

    BalasHapus

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"