Senin, 29 Agustus 2011

SATU ODE PADA LABIRIN

Tengah malam,
Pada saat dera lelah membuatmu jengah dan resah, kau ingatku. Kau bisikkan sapamu, “Deru mesin itu terlalu sepi untukku tanpamu..”

Tiap menit yang berisik,
Aku sedang...aku akan pergi...aku ingin...aku tidak menyukai...kau untukku...hanya untukku...rindumu untukku...cintamu untukku, penuh denganmu,
“Semua akan kulawan demi engkau yang berharga untuk senyum lepas kita..”

Bibir Kuta pada dini hari,
Kita duduk berdua disana, diantara begitu banyak kebahagian pada mereka yang bersuka berteman deru manja ombak Kuta dan keremangan malam yang menggairahkan. Dan kita disini berdua. Berdekatan tanpa kata dalam aura kita yang saling berbincang,
“Aku sangat mencintaimu tapi kenapa adat begitu mengikat kita ?”
Tak rela kau tersakiti dan pergiku pun berteman ciummu pada bibirku yang nelangsa,
“Kalau saja kita tangguh untuk memutus belenggu ini, aku rela kau pasung..”

Ibu resah melihat sedu sedanku,
Pernyataan yang tak juga lelah kucari jawabnya itu akhirnya membuatku kembali terjerembab pada kursi empuk ini lagi dalam perjalanan panjang tanpa peluk dalam harap bahwa datangku salah lagi,
“Berjuang ya, aku akan menunggumu..”

3 bulan yang klenik,
Menyapa dengan segenap rasa yang menemukan tenang pada kisah kami yang labil. Tak nyana namun terbantah karena kebiasaan itu mencandu rindu,
“Akan kutinggalkan semuaku disini demimu..”

2 minggu yang teringkari,
Orok...msh setitik, tapi dia berdenyut dengan bisikan rasamu yang melenakan di tiap pagi yang dingin. Namun ada yang berlari bersamamu saat kau menghampiriku. Dia yang kau damba tapi sakitmu untukku,
“Yang kemarin tak pernah ada karena kau ada untukku kini..”

Lugu yang menyayat,
Mengenalnya saat cinta tak pernah menyapa hatinya. Keraslah tuturmu meski tolerir terus mencoba menyangkalmu dengan rangkai mimpi dan harap bahwa cinta ini akhirnya menjadi perhiasan hati yang meleleh,
“Apa pun kau, milikku tetaplah indah..”

Satu ode pada labirin yang nelangsa, pernahlah kau membuatnya penuh dengan asa dan senyum terangkai mimpi yang maha dahsyat.
Ode pada labirin yang memaku cekat luka, lelahkah engkau untuk sakit yang makin membuatnya lara? Jengahkah asamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"