Jumat, 22 Maret 2013

SECANGKIR KOPI TANPA MATA DAN TELINGA

Baru saja hendak kumatikan lampu di halaman depan; membutakan dua matamu yang seharian memunguti akar-akar baru yang biasanya kutanam disana.
Dan kilat cahaya dari redup matamu mematikan mauku,
"Jangan matikan lampunya...," biar tetap bisa kutelisik dengan rinduku, pucuk-pucuk baru yang tumbuh bahagia di halaman rumahmu.
"Kenapa tidak kau ketuk pintu rumahku....," meminta secangkir kopi panas dan duduk tanpa mata dan telinga disampingku, hanya dengan hati dan jemari tangan yang basah dengan keringat; dihujani resah.

"Aku terlanjur terbiasa mengenalmu dari kejauhan...," memilih lupa, kalau dari mulutmu banyak hal yang tidak kau tanam di halaman rumahmu. Memilih diam dan enggan bertanya, ketika dari kejauhan hatiku kehilangan dirimu yang sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan "cacian"mu dan ajarkan saya agar tetap bisa "menunduk"