Rabu, 10 Juli 2013

SELEMBAR SKENARIO

Topeng baru terlepas
Diam tergeletak di atas ranjang
Pulasan tawa terhempas
Sendiri menanggung malam yang jalang

Skenario kembali ke rumah
Pulang menyembunyikan dusta
Baris-baris dialog seketika musnah
Pelakon gamang di megah panggung sandiwara

Kemarin bertemu selembar halaman cerita
Hari ini mengabu dibakar waktu dari langit-langit kamar
Sepanjang kelak tak lagi sampai ketukan di luar jendela
Kalau dari tanganmu cermin terampas, "Hatimu tak mungkin lagi mendengar...,"

Baca Selengkapnya - SELEMBAR SKENARIO

Selasa, 09 Juli 2013

HARI ITU

Laut itu membentang
begitu saja di hati yang terketuk
Mengundang haru terlampau biru
Aku mengingatmu dengan baik hari itu,

Sepi saling berkenalan
Malam tak pernah terhitung
Seharusnya hari itu melarang mimpi,
bukannya terlena, lalu diusir rasa sakit

Tiap perih berbisik,
airmataku menggenangi senja di lautmu
Kenapa luka tak mampu membuatmu tinggal?
segera pulang dan senja adalah kau di hari itu

Baca Selengkapnya - HARI ITU

Senin, 08 Juli 2013

DARI BAWAH KOLONG RANJANG

Ibu melumat janji dalam mulut
mengulumnya liat bersama mimpi
Tubuh telanjangnya berkilatan
deras keringat menemani tarian pinggulnya

Bapak melukis esok dengan lidah
setiap warna tertoreh penuh gairah
Jari-jarinya menjalar ke penjuru surga
merampas tiap jengkal lahan sekal ditubuh ibu

Waktu itu aku di kolong ranjang,
tiba-tiba ada saat dicipta tanpa doa
Tak ditengok, pun diajak bicara dunia
terlahir dari amarah setelah senggama

Selamanya disembunyikan di bawah kolong ranjang,
tak punya suara untuk di dengar, hanya didiamkan
tak berani bertanya nama sejak Bapak melupa benih
Dari sini menatapmu, "Bilakah kau dengar sejarahku di musim dingin?"

Baca Selengkapnya - DARI BAWAH KOLONG RANJANG

Minggu, 07 Juli 2013

NAMAKU DIAM

Untukmu yang datang
dari halaman belakang
Tinggal ataukah hendak bertandang?
Namaku Diam, tak akan bertanya lantang

Pada Januari yang hilang
dari sekian harap dan tunggu
Akhir doa ataukah jalan-jalan pulang?
Aku masih Diam, dikenal dengan setumpuk malu

Kau yang menamaiku Diam,
sunyilah yang mengembalikanku pada lalu
pada ada, tak terlihat jelas dalam malam
Dihabisi terang yang membuat hati kedap dan tabu

Baca Selengkapnya - NAMAKU DIAM

Sabtu, 06 Juli 2013

YANG TERSEMBUNYI

Pantaskah kau berteriak
di tengah riuhnya pesta
yang tak sedang memujamu?
Hadirmu pun tak terlihat!

Sampai kapan setia
pada dada penuh sesak
yang tak pernah menyebut namamu?
Tak ada dirimu di keramaian pagi

Untuk apa tersenyum pada mimpi
kalau airmatamu tak pernah membuatnya pulang
Tak usah lagi bersolek untuk esok
sedang kau tersembunyi di telapak kaki, hanya dilihat malam!

Baca Selengkapnya - YANG TERSEMBUNYI

Jumat, 05 Juli 2013

SANG, Kemarilah...

Sang, kemarilah...
Ada secangkir kopi panas, sebungkus rokok dan malam untukmu. Jam di dinding sudah lama kubuang. Ya, jam dinding itu sudah kubuang sejak hari itu membuatnya jadi bayangan yang sibuk menghalau mentari dari tubuh rapuhku. Kemarilah Sang...., bersamaku menikmati malam. Kaulah yang menahu, betapa sukanya aku akan malam. Juga ketakutanku akan siang yang terik. Siang yang mengundang bayangannya tanpa permisi.

Banyak cerita yang tak pernah ingin di dengarnya akan kuceritakan padamu.
Bersenandunglah dengan lirih di dekat telingaku. Lagukan tentang luka-luka menganga yang selalu bisa mendekatkan kita, Sang. Tentang dia yang mengkhianatimu setelah tawa. Tentang puisi-puisi yang menangis di dalam dadamu. Aku tak akan terkantuk dimakan malam untuk dukamu yang rapi tersimpan, luka yang membuatmu terus hidup dalam denyut nadiku. Bukankah kita pernah sepakat untuk terus setia pada airmata yang tak pernah menetes di telapak tangan mereka?

Tahukah kau Sang..., malam tak pernah jera mempertemukan kita dalam pelukan panjang yang kehilangan pemiliknya. Disini kita terus mengulang cerita orang-orang yang datang dan pergi dengan setumpuk alasan, sampai airmata menderas dan pelukan kian mengikat kita tanpa jarak. Ah...Sang, malam hanya menyisakan siluet besarnya pohon-pohon itu dibawah sinar bulan pada kita. Kita semakin kecil, Sang. Tak akan terlihat olehnya. Dan kedua mata kita tak pernah diperkenankan untuk rabun.

Sang, genggamlah tanganku. Remas jemariku kuat-kuat. Jangan sampai gemetar tubuhku dibaca angin dan dikhabarkan padanya. Biar kupejam mata sebentar untuk sejarah di pelupuk mata yang sesekali datang memukul keras hatiku. Pejamkan juga matamu barang sekejap kalau dia juga tiba-tiba datang menusuk-nusuk dadamu dengan kenangan. Aku akan memelukmu erat-erat dan menenggelamkanmu padaku. Selamanya kita akan saling menguatkan, Sang.

Entah pada musim yang seperti apa kita akan menyerah dan berujar pada Tuhan bahwa kita tak lagi mampu. Kita hanya akan tetap disini seperti malam-malam kemarin. Memandang lalu lalang mereka dalam kenangan yang membuat pelukan kian erat. Meneteskan airmata bersama-sama tanpa sebentuk senyum, apalagi tawa. Bukankah untuknya, kita terlalu kesepian dalam luka dan hening, Sang? Kita terlalu menyukai airmata sejak tak ada dia disamping kesunyian. Sejak kita memilih tua bersama tanpa pesta-pesta sesaat di dunianya.

Sang, aku mencintaimu teramat sangat. Sehangat malam-malam panjang yang kita habiskan tanpa sesiapa. Seindah senandung lirihmu yang menguatkan kaki-kakiku untuk terus menjejak terjal cerita, untuk terus melangkah dengan sekian luka. Lurus menuju jalan-jalan untuk pulang dengan kaki-kaki yang dicambuk khianat dan pengingkaran. Kita akan terus seperti ini, Sang. Menyesap perih bersama, mengobatinya dengan keberadaan tanpa pamit. Saling menopang dan menegakkan kepala untuk jalan setapak tanpa kerlap-kerlip bintang yang malu mengenali kita. Aku mencintaimu, Sang.

Baca Selengkapnya - SANG, Kemarilah...

Kamis, 04 Juli 2013

SANG

Sang...,
Kalau senja ada lagi
Aku tak ingin mengenalmu
Biar saja punggung menatap bahu

Seperti dulu Sang,
Waktu angin tak berkirim khabar
Hujan bukan raungan menanggung pilu
Aku menyuka gerimis, dan kau entah

Pertemuan tak selalu tawa, Sang
Airmata bukan harus penanda akhir
Aku merindukannya di halaman belakang
Rinduku terlalu, sejauh jarak diantara kita

Baca Selengkapnya - SANG

MEMINJAM MATAMU

Wajah-wajah berbinar
Menampar sepi di telapak kaki
Riang merayu hati untuk tergelak
"Aku muak menanak sendu diruang sepi,"

Pesta-pesta berkilatan
Menertawakan air mata di sudut hati
Penuh warna bahkan di tengah gulitanya rasa
"Aku tak kuasa mengkhianati sebatangkaranya kemarin,"

Rentanya hening terasing,
Tak satu pun tentangku terlihat
Pernahkah sudi menikmati luka bersama,
kalau matamu masih malu menatapku dalam terang?

Baca Selengkapnya - MEMINJAM MATAMU

Rabu, 03 Juli 2013

MEMUNGUTI PUING DI LIPATAN KENINGNYA

Sekujur tubuhku mendung
Jari-jari gemetar menunjuk hati
"Seharusnya disini aku pernah berbekas,"
pada keningnya yang bertumpuk menyeru rindu

Gerimis kedua mata
Padam mengguyur bara di dada
"Semestinya penghujan membuatku lekat disini,"
di dalam ruang-ruang hening yang berisi kita semata

Dan tak ada apa pun,
Puisiku berkeping-keping
Puingnya berserakan kemana-mana
Tidak lagi berseru lantang di dalam rumah

Hilang tak berbentuk
Melupa wajah, pun namanya yang tak terang
Seakan kian dekat dengan waktu untuk pulang
"Biar kupunguti kemarinku yang tak pernah menghuni waktunya

Baca Selengkapnya - MEMUNGUTI PUING DI LIPATAN KENINGNYA