Selasa, 30 April 2013

HUJAN TERAKHIR

Hujan terakhir datang tergopoh-gopoh.
Matanya yang seharian tadi mengerami warna hitam, tergelincir bening air mata.

Di bibirnya tanya berdesak-desakan, melupakan waktu bermainnya dengan angka-angka di pelosok dada,
"Ini musim terakhir untuk menanggung setia...,"

Yang pongah dimakan waktu.
Sesaat meningkahi secangkir obrolan di ujung senja, sekedar untuk saling bertanya khabar. Bukannya terengah-engah membuang waktu, mengubur setia.

Baca Selengkapnya - HUJAN TERAKHIR

Senin, 29 April 2013

MEREKA YANG TAK MAU DILIHAT PAGI

Ikutlah denganku
Baca garis tua di ujung mataku
Diam saja, tak usah berkata
Jangan juga tergesa memelukkan iba

Lumat bibir beku ini
Rasakan sekian ceritanya, akrabi
Tak perlu pedulikan dosa
Nikmati, sampai bisa kau sengggamai lalu dari buah dadaku

Kau, mereka...bertamu di waktu berbeda
Tergopoh-gopoh membawa cinta dalam tanda baca
Berujar tak lantang tentang surga yang tak terlihat
Sementara kemaluannya sibuk mencari liang, lalu hilang ingatan

Kau, juga mereka...tak pernah mau dilihat pagi
Ketika gelap tak mengenal dosa, pun panasnya neraka
Berisik mendesah diatas tubuh perempuan yang dilacurkan
Pagi adalah khianat, saat noda diatas ranjang semalam tak pernah kalian akui

Baca Selengkapnya - MEREKA YANG TAK MAU DILIHAT PAGI

Minggu, 28 April 2013

SESAL

Aku mencari diriku pada gang-gang sempit di telapak tanganmu yang menggenggam janji, mengikat kakiku.
Pernah juga kucari raut wajahku pada garis-garis halus di ujung senja matamu yang menua menanak mimpi, menjauhkan diri dariku.
"Pergilah...," gunung yang hendak kudaki masih nun jauh disana. Tak mungkin bagiku membawa kumpulan awan hitam di dada yang ditundukkan usia.

Sejak itu namamu 'sejarah,' tempat diam yang tak punya mulut, kelak kau ajak bercerita dengan penyesalan.

Baca Selengkapnya - SESAL

Sabtu, 27 April 2013

SELIMUT AIR MATA

Ada yang hidup di malam-malam hitam, tempat selembar selimut sekian waktu mencoba menidurkan gelisah.
Saling memeluk, mengusap lembut, menghibur hati dan mengabaikan raut wajah sendiri.
"Terkadang selembar selimut kusam di pembaringan, lebih setia," untuk memeluk tubuhnya yang terguncang sepi.
Senantiasa memaklumi pemiliknya, terus hidup untuknya.
Hanya kian renta oleh cerita dan pucat warnanya karena air mata.
Baca Selengkapnya - SELIMUT AIR MATA

Jumat, 26 April 2013

KEMBAR SIAM

Tiba-tiba pintu kamar di samping bahunya dibanting keras-keras.
"Aarrgghhh."
"Goblok."
"Sundal ingusan!"
"Berani-beraninya menolakku," Laki-laki kekar itu menggerutu. "Kalau hanya membayarmu semalam suntuk cuma upil buatku!"
Dada sekal perempuan itu kemana-mana, mulutnya beraroma alkohol, sibuk meremas gemas buah dada kekasihnya.
Baca Selengkapnya - KEMBAR SIAM

Kamis, 25 April 2013

HARI LIBUR DI KEPALA PARA BADUT

Kehilangan tak ubahnya hari libur di kepala badut-badut yang kesulitan bernafas sewaktu dadanya yang murung ditertawakan orang-orang asing di luar sana.
"Berpesta pora denganmu berarti menambahkan sedikit kekonyolan pada tenggorokan yang kering tanpa tanda tanya," tiba-tiba bias, tampias di hari gerimis yang tergesa-gesa membalik lembaran kalender dari dalam otakmu yang mendengkur. Melupakan rindu-rindu pilu yang menguap dihembus penat. Ada, tapi tidak pernah benar-benar menghidupi rasa.
Baca Selengkapnya - HARI LIBUR DI KEPALA PARA BADUT

Rabu, 24 April 2013

TUBUH YANG DITANYAI MALAM

Kemarilah,
Biar kuikatkan cinta di leher
Sedikit saja bekas merah kutinggalkan
Beginilah cintaku untuk malam-malam sepimu

Dekaplah erat-erat,
Hangatkan tubuh dalam geliat
Biar saja ranjang menjerit lenguh
Tak akan ada yang tahu, tidak juga setan 

Malam itu kemaluan kita mencoba cinta
Tidak seorang pun menahu, tidak juga sepinya hati
Malam menyibak helai-helai benang di sekujur tubuh
Seusai ketelanjangan meregang memuntahkan kebohongan

Hanya noda yang kau tinggalkan,
Diburu huru-haranya dosa tanpa namamu
Menyisakan gulita yang menghujat tubuh menggigilku
Seperti itukah cinta menghampirimu, "Menidurimu di malam-malam sepi, lalu menyebutmu pendosa?"

Baca Selengkapnya - TUBUH YANG DITANYAI MALAM

Selasa, 23 April 2013

MENUNGGUMU

Aku selalu menunggumu disini.
Di batas yang tak pernah mempertemukan dua bola mata kita.
Hanya diam menunggu, sambil meremas jemari yang gemetar meyebut namamu.
"Terkadang berjalan berdampingan pun, masih membuat kita kesulitan melihat satu sama lain...,"
Baca Selengkapnya - MENUNGGUMU

Senin, 22 April 2013

PELACUR YANG MENDENGAR CINTA

Dipeluknya cinta erat-erat
Dari mulutnya esok berbuih-buih
Tak cukup pelukan menjawab cinta
Matanya meminta tubuhnya telanjang

Cinta tergesa memburu hati
Jemarinya tak lagi memeluk rasa
Pelukan berlarian menjauhi raga
Malam tergopoh membangunkan tanya

Esok tercecer di atas ranjang
Resah memunguti cinta yang bermimpi
Dibentaknya tubuh telanjangnya yang menggigil,
"Rasaku salah mengetuk hati, cinta ini kepagian,"

Semudah ludah cintanya menguap
Seperti sungguh-sungguh hendak menetap
Lalu segunung dosa mencambuk seusai telanjang
Kemaluanmu merajah namanya di tubuhku, "Hanya pelacur yang mendengar cinta dalam semalam!"

Baca Selengkapnya - PELACUR YANG MENDENGAR CINTA

Minggu, 21 April 2013

ANAK-ANAK BERKULIT MENTARI

Dimana pagi,
Kilaunya belum sampai kemari
Kolong ranjang masih gelap gulita
Yang terdengar hanya racauan senggama

Seharusnya pagi sudah datang,
Pijak kaki ingin berlari mencumbu mentari
Biar segera roboh pintu-pintu penghalang
Kedap sudah telinga, muak mendengar nyanyian birahi

Ini dada anak-anak berkulit mentari
Semalaman berburu doa pada gang-gang cabul
Kami mencari pagi, menunggu bapak datang bersama mentari
Mengadukan malam dari tubuh mesum ibu-ibu kami yang masygul

Baca Selengkapnya - ANAK-ANAK BERKULIT MENTARI

Sabtu, 20 April 2013

RENTA CINTA DALAM CANGKIR KOPI

Sedari pagi, halaman belakang rumah kecil yang lembab itu bertamu di dadaku.
Mengetuk pelan dengan kenangan. Lirih, serupa desau.
"Aku masih mengenalimu,"

Matanya sayu, bukan kelelahan, hanya penuh sesak dengan rindu.
Tubuhnya tua dalam kesepian, dipenuhi dingin lumut yang membekukan jantungnya,
"Ratusan cangkir kopi pahit pernah mendewasakan kita disini...," juga membuat renta cinta yg mencari ruang untuk menetap.

Baca Selengkapnya - RENTA CINTA DALAM CANGKIR KOPI

Jumat, 19 April 2013

PERJAMUAN SEBATANG ROKOK

Sebatang rokok terakhir,
Bersama secangkir kopi pahit
Tidak lagi ditambahi manis gula
Biar tetap pahit, menemani sebatang rokok

Ingatan perih kesekian
Tentang perihnya meneteskan air mata
Diam seorang diri mengingat sakit di ceruk hati
Tidak dengan siapa pun, tanpa secuil doa dan mau

Biar kepul asapnya menolak cinta,
Rasa yang datang pergi bersama pengingkaran
Rindu yang terkhianati sibuknya meninggikan mimpi
Sebatang rokok kuhisap dalam-dalam, "Pada hati yang menciut,"

Tidak pernah ada dirimu dalam sepi
Bahkan saat panjangnya sedih begitu menyakiti
Mengharap pelukan pun begitu memilukan untuk sebatang karanya rasa
"Aku hanya setumpuk penat, menjamu nelangsanya cinta tanpa tempat menetap,"

Baca Selengkapnya - PERJAMUAN SEBATANG ROKOK

Kamis, 18 April 2013

RINDU DI BELAKANG PUNGGUNG

Rindu itu berbaris rapi di belakang punggungku.
Diam disana tanpa suara. Sesekali saling berbisik membicarakanmu, meski kerap diam..., seperti pahit yang mengerak di dasar cangkir kopiku.

Dari sini lembab kabut yang turun dari angka-angka pada jarum jam di dinding kamar merayu masa dengan mata sayu,
"Pertemukan rindu-rindu di belakang punggungku dengan pagi di dadanya saat lelapnya semalam memburu namaku...,"

Baca Selengkapnya - RINDU DI BELAKANG PUNGGUNG

Rabu, 17 April 2013

PENARI DI KESUNYIAN MALAM

Malam kusembunyikan di dalam kutang
Entah berapa malam mengeram di sana
Bersama dadanya yang naik turun, kemaluannya mengeras
Aku penari, gemulai menanak doa-doa leluhur dalam tiap langkah

Sunyi terkubur jauh di dalam benak
Tetap menari ditingkahi merdua desau angin
Mata liarnya mencabik setiap helai benang di tubuhku
Gerakku membangunkan kemaluannya, aku menari dengan mata terpejam

Aku hanya seorang penari,
Menari dengan air mata menderas
Tetap menari di malam-malam tanpa cahaya
Masih terus menari, muak ditelanjangi birahi dari kemaluan kalian!

Baca Selengkapnya - PENARI DI KESUNYIAN MALAM

Selasa, 16 April 2013

HARI DENGAN WARNA MERAH

Hari dengan warna merah itu mencarimu kesana kemari.
Sekian waktu menunggu untuk sejenak bercengkrama denganmu, membicarakan telur-telur busuk yang kulitnya menipu setia yang kuerami.
Semilir angin malam buru-buru hendak pulang ke rumahnya,
"Aku melihatnya pulang di hari yang berwarna merah,"

Aku masih disini, mengingat dengan keras seperti apa bentuk senyummu kemarin. Makin kesulitan mengingat dalam keringnya waktu yang jengah untuk kuhitung,
"Ini hari kesekian dengan warna merah, sekian kalinya aku mencari ruang di hidupmu yang penuh sesak dengan lirik-lirik masygul...," masih sesulit kemarin, saat jalan-jalan pulangmu adalah hening yang panjang untuk rinduku yang kelelahan mengeja namamu.

Baca Selengkapnya - HARI DENGAN WARNA MERAH

Senin, 15 April 2013

TENTANG SEBUAH RUMAH

Aku mempercayainya setelah angin membawanya mengetuk pintu rumah. Setapak demi setapak langkah kakinya bercerita tentang mimpi,
"Ada gubuk di kaki bukit, berjendela besar dan berpintu lebar...,"

Hari itu gerimis menyertai kedatangannya, bukan gerimis dari kedua mataku, tapi titik-titik bening dari dadanya,
"Lihat, disana kembang-kembang kopi itu bermekaran,"

Dan kita bercengkrama, sampai tiba jeda memangkas habis cerita. Hening, lalu...,
"Bunyi-bunyian itu sudah memanggilku, permisi...," hendak kubawa lukisan tentang gubuk dan pucatnya kembang-kembang kopi ini setelah tandas kopi terakhirku.

Ini gerimis terakhir..., sore penghabisan saat kulihat jari-jari tanganmu sibuk berkemas memunguti warna kuning di hatiku yang merana,
"Kalau saja rumahku tidak mempunyai pintu, hanya jendela besar...,"

Baca Selengkapnya - TENTANG SEBUAH RUMAH

Minggu, 14 April 2013

TERUSIR

Pohon besar itu pulang pada tanah tempat dulu akar-akarnya menyimpan bunyi sekumpulan air yang datang pada telinganya dengan mata berbinar.

Rindunya teramat luas untuk hatinya yang kian sempit dirampas biru langit tanpa batas di atasnya.
"Sejak hari itu helai-helai rambutku ingin merasakan udara lebih banyak,"

Kehilangan yang membawanya kembali pulang, batang kokohnya menunduk mencium haru tanah kelahirannya,
"Langit terlalu membuatku sibuk, aku rindu meremas hitam tanah di jemari-jemari kakiku...aku pulang untuk rindu yang menghidupkan,"

Baca Selengkapnya - TERUSIR

Sabtu, 13 April 2013

JALANG

Senyum bersimpul ingin datang bertamu
Sekian jarum jam berisik mengusik kegamangan
"Matikan hari yang lalu,"
Setengah lelah bersiap rebah, melarung rasa
Sekejap saja berserah pada magisnya gerimis
"Telanjanglah, biar kubaca letihmu...,"
Semua berpulang pada cangkir kosong tanpa rasa manis
Dan malam memugar tanya dari lembabnya nafas seusai senggama
"Hanya jalang yang membuka tirai tanpa permisi,"
Baca Selengkapnya - JALANG

Jumat, 12 April 2013

BIAR TANPA TANDA BACA

Kita mulai menyukai titik setelah beberapa kata yang kita baca sulit dilagukan, terbata.
"Kita harus berhenti..., tak ada lagi makna setelah titik," sama halnya dengan terhapusnya senyummu yang kemarin kubawa kesana kemari.

"Aku masih menyukai koma dalam lipatan keningmu yang perlahan menggelindingkan butiran-butiran keringat dari hatimu yang lelah mengayuh...," sampai keningmu memutus anak-anak tebing, dan mempersilahkan kita kembali bercengkrama pada sepanjang sore yang hening.

Tapi kita memang harus mulai menyukai titik; buru-buru menuduh sebuah buku terlalu banyak mencemooh, lalu berhenti.
"Adakalanya halaman-halaman putih itu harus dibiarkan tanpa satu huruf dan tanda baca sama sekali...," biar tanpa mauku, juga tidak dengan maumu, biar angin laut dan basah lumut-lumut hijau membisikkan maunya pada kita yang terlanjur angkuh untuk sekedar bergenggaman tangan.

Baca Selengkapnya - BIAR TANPA TANDA BACA

Kamis, 11 April 2013

CINTA DARI BALIK SELIMUT

Beruntun cinta kau sisipkan di telinga
Ketika malam selalu membuatku ketakutan
Begitu hangat, seperti selimut di atas ranjang
Tak pernah ingin kulipat, biar menyembunyikan dosa

Bertumpuk saja rasa kau sisipkan padaku
Di bibir, liat melumat dari lidahmu yang menari
Di leher, hangat bersama desah nafasmu yang memburu
Cintamu beradu dengan tubuh telanjangku dari balik selimut

Tak ada jeda terbaca dari matamu,
Seperti inikah cinta yang kelak membuatku pulang
Sekali terucap dari bibirmu, lalu berkali memintaku telanjang
Dan noda tertawa bersama selimut yang terbuang di kolong ranjang

"Aku pelacur, kau senggamai tiap sepi...tak pernah rindu cinta yang basa-basi,"

Baca Selengkapnya - CINTA DARI BALIK SELIMUT

SECANGKIR KOPI UNTUK TUHAN

Pagi mengintai
Menyibak selimut dari ujung kaki
Sisa ratapan berlarian di usir pagi
Hari hendak dimulai lagi, Tuhan
Biar kuseduh dirimu sampai berkerak,
"Secangkir kopi lagi untukmu," untuk embun yang turun pada terangnya hari di lembab dada mereka
Baca Selengkapnya - SECANGKIR KOPI UNTUK TUHAN

Rabu, 10 April 2013

TANYAKAN SAJA

Tanyakan dimana kau kuhidupkan di dadaku yang menyenggamai dengkuranmu saat semalam lelap tertidur pada mimpi tentang kemarin yang terlanjur kejam. Tanyakan! Hingga bisa kutempelkan lembut desahku pada tipis bibirmu yang menempel di leherku, "Kau yang menghidupkan baris-baris dalam puisiku dengan diksi kemerahan," untuk rindu dan cinta yang entah kelak berjudul apa.
Baca Selengkapnya - TANYAKAN SAJA

Selasa, 09 April 2013

MALAM

Tapak kaki menuju pulang
Dikangkangi penat dalam gelap
Sekumpulan harap mungkin terjaring
Diburu sekian doa yang berdesakan di dalam dada
"Biarkan aku pulang.., biar kupunguti redup teduhmu menghibur lelah,"

Pulanglah,
Tak usah lagi mengingat keluh keringat
Malam tak akan menghalau hati yang hilang
Ajak kakimu melangkah, pulang pada hari yang kau kenali
"Bukankah tersesat pernah menghukummu dalam tangis?"

Baca Selengkapnya - MALAM

Senin, 08 April 2013

PULANGKAN WAJAHKU

Dimana kau simpan wajahku?
Hari itu kucari pada hening di jam dinding
Semua hilang tak berbekas bersama detak detiknya
Aku kehilangan diri yang kemarin kutitipkan di ruas jarimu

Kau sembunyikan dimana raut wajahku?
Tumpukan jarak itu kukais dengan airmata
Dulu kukira ada pada keningmu yang berundak
Tapi tidak..., penuh sesak disana tanpa diriku

Kembalikan wajahku yang carut marut,
Biar bisa kubawa pulang dari sesaknya hatimu
Semoga masih cukup waktu untuk merawatnya dengan sepi
Dengan bisik lirih lelahnya hati, "Ini wajah yang tak pernah kau beri ruang,"

Baca Selengkapnya - PULANGKAN WAJAHKU

Minggu, 07 April 2013

UNTUK TIDAK YANG TERBUNGKAM

Rasa yang membawa malam
Ketika hanya ada aku dan dirimu
Untuk cinta terendap yang meminta
Pada tubuhku untuk hatimu, dan ketelanjangan

Rindumu lembab di batang leherku
"Cinta itu bergemuruh pada dadaku, Sayang"
Dalam jemari tangan yang merayap di sekujur tubuhku
Kau mohonkan cinta dengan deru nafas memburu, "Bergumullah denganku,"

Hatiku berlari mencari diriku pada matamu,
Tak ada apa pun..., hanya putih melulunya surga palsu
Lirih kubisikkan Tidak untuk cinta tempatku merebahkan tubuh
Tidak untuk persetubuhan atas nama cinta seperti maumu, bukan mauku!

Baca Selengkapnya - UNTUK TIDAK YANG TERBUNGKAM

Rabu, 03 April 2013

SEJAK TAK ADA APA PUN DI DADAKU

Seperti lembab basah lumut hijau yang menidurkan dadamu, tiba-tiba lantai, dinding dan atap rumah pada tubuhku mendadak ikut membeku. Sangat dingin.

Kemarau yang mengintip, tak bisa lagi menghentikan air mata dari dingin yang menyeruak dari setiap pori tubuhku,
"Aku masih sibuk mengumpulkan hidup dari hati yang berserakan," begitu katamu.

Aku diam, kembali bersenandung lirih dengan bibir terkatup dan jemari tangan yang menggigil,
"Ya, aku tahu..,"
Sejak pergi bagi langkah kakimu adalah semaumu, sejak meninggalkanku tak lagi menjadi hari yang menghentikan detak nadimu, sejak tak lagi ada pamit yang kau tinggalkan di atas dadaku, sejak itulah aku terus kehilangan dirimu, juga bayanganmu.

Baca Selengkapnya - SEJAK TAK ADA APA PUN DI DADAKU

Selasa, 02 April 2013

HATINYA YANG TERTUTUP RAPAT

Dalam mimpi semalam,
Pohon-pohon yang daunnya tertawa lebar itu datang bergopoh-gopoh mengetuk tulang keras di tempurung kakinya,
"Bagaimana bisa kakimu tercekat padanya, sedangkan burung-burung cerewet itu selalu mengolokmu pada pagi yang baru bangun?"

Daun-daunnya gugur satu-satu di bahu, sempat sesaat membisik di telinga, menunggu jawab,
"Pergilah...," burung-burung di pagi hari itu sudah mencium gelagatnya sejak ekor matanya tidak lagi punya mau.

Sebenarnya sedari cerita-ceritaku tak tahan berhamburan untuk mengetuk pintu rumahnya yang kerap tertutup,
"Hatiku sudah serapat pintu rumahnya...,"

Baca Selengkapnya - HATINYA YANG TERTUTUP RAPAT

Senin, 01 April 2013

JALAN SETAPAK

Bermula di bahu
Menuruni punggung
Berjejak pelan satu-satu
"Menjalani hari dari belakang matamu, berkabung..."
Baca Selengkapnya - JALAN SETAPAK