Senin, 31 Oktober 2011

JEJAK LIDAHMU DISEKUJUR TUBUHKU

Selalu kupejamkan mataku, tiap kali...
Hembusan katamu ditelingaku begitu sayu
Kubenamkan semua kisah itu pada bilik hati
Dan melenakannya untuk ritmis detak jantungku

Kisah kita berawal disana
Pada ujung lidah penghantar hangatnya rasa
Ketika semua pencarian tergadai pada getar mau
Menatah sekujur tubuhku untuk abdi pemujaan sakralnya cinta

Ingatkan kita,
Pada malam-malam sewaktu karma rasa membuat ujung lidah kita beradu
Menjalari sekujur pasrahnya jiwa akan penyerahan mahar rasa dan tumpukan rindu
Kita memuja dunia pada malam-malam telanjang dalam pergulatan liar kebersamaan diri

Aku dan dirimu adalah perasa terhebat untuk kesepian tanpa garis waktu
Kau tinggalkan aku dengan sekujur tubuh yang penuh dengan jejak cinta dari ujung lidahmu
Aku pun mengukir gagah tubuhmu dengan segenap doa-doa harap dalam hakikinya geletar rasa
"Jejak lidahmu disekujur tubuhku adalah prasasti waktu pada peradaban tanpa raga dan ikatan akad, taksa...."
Baca Selengkapnya - JEJAK LIDAHMU DISEKUJUR TUBUHKU

MANTRA MAGIS PADA MIRISNYA GERIMIS SENJA

Kukirimkan air mata ini
Bersama rintik hujan senja
Nirwana tak lagi menghadirkanmu
Jejak pijak rasa itu luruh diminta gerimis

Kulirik ke dalam diri
Basahan tanah selalu bisa mengingatkan
Aroma penantian tak pernah sampai padamu
Biarlah sisa cinta ini pupus bersama gerimis senja

Duhai kau penggenap malam-malamku,
Kubisikkan mantra magisku pada mirisnya gerimis senja
"Pergilah bersama musim tanam saat ladang menuai semua benih, 
Aku tak lagi mampu menghidupkan ladang hati ini untukmu di musim mendatang, pergilah..." 
Baca Selengkapnya - MANTRA MAGIS PADA MIRISNYA GERIMIS SENJA

Minggu, 30 Oktober 2011

BIBIRMU MASIH TERTINGGAL DILEHERKU

Getar basahan bibirmu
Hangatnya masih tertinggal
Melingkari nafas-nafas rindu
Penuh jerat meski tak lagi mengikat

Katup basahan bibirmu
Lembutnya tetap menyelimuti
Memaksa harap doa-doa mau
Terus meracuni meski terus dihalau

Bibirmu menyita nafasku
Tiap kuhela, kau memintaku bertahan
Tiap kuhembus, tangisku pecah karenamu
Bibirmu menjadikanku budak

Kita terpendar ruang dan jarak
Bermain rindu dan rasa cinta yang baru
Menipu harap dan mau dengan muslihat
Tapi bibirmu masih tetap tertinggal dileherku
Baca Selengkapnya - BIBIRMU MASIH TERTINGGAL DILEHERKU

Sabtu, 29 Oktober 2011

SEMUSIM RINDU DI BERANDA

Di beranda pikirku tiap senja
Kupugar bulirbulir memori yang kian sirna
Hanya aku
Tentang kita yang dulu satu

Hening kesekian tanpamu
Kusesap bekas bibirmu pada ujung malam
Senyummu dipelupuk mata,
“Masih kau disekujur getar mauku merindu…”

Timur barat memerah seperti seharusnya
Dedaun masih gugur tumbuh menjejaki harusnya
Semua pada kelayakannya
Begitupun getargetar rasa
Padamu
Padaku
Kuyakini masih kan ada pelangi esok
Setelah badai, kelak!
Bukan milik kita
Masing-masing dari kita
:doaku untuk kau dan aku

Kupandang janjimu dilangit-langit angkasa
Engkau saja muara harap dan pintaku
Seperti mantra-mantra malam memanggil
Akulah ujung tujumu tanpa sisa ragu untuk cinta

Getar hati pertama menghangati relung sukma
KauAku terkesiap siluet cinta tanpa niat khianat dan pisah
Seharian mengawinkan padu rasa teruntuk mekarnya kembang hati
AkuKau sepikat warna cinta, penuh gegap gempita mencibir dunia yang sendiri





(Festival Puisi Kolaborasi Kompasiana-28/10/2011 : Edo&Yayag Yp)
Baca Selengkapnya - SEMUSIM RINDU DI BERANDA

TEKS USANG NEGERI YANG MATI SURI

Borokborok menganga
Darah nanah biasa
Jangan pula kau tanya hak azazi
Beruntung kami tak mati di moncong amunisi

Kami satu dicurangi
Kami satu dikhianati
Kami satu dilucuti

Hari ini 83 matahari
Kami tengok teks usang negri
Bukan untuk dimaknai
Cuma superior di depan televisi
Hahahehe anjing negri
Tangistangis pemudapemudi

Kami satu berniat
Kami satu bertekad
Kami satu bersuara

Bangsat!
Seberapa yakin kalian akan hegemoni, lalu nafikan kami?!
Seberapa kalian buta erangan kami?!
Ketika kalian cuma hambur basabasi
Kalian tak lebih setan laknat pengerat negri
Teruntuk bajingan penggadai republik ini
Atas nama baptis para penonggak negri
Kukirimkan seperangkat pembalut dan borgol untuk kalian amini
Kuhaturkan juga muntahan peluh darahdarah kami untuk kalian nikmati

Selamat hari sumpah pemuda duhai kalian pemimpin negri
Biarkan saja teks itu usang diterkam jaman
Tertawalah wahai kalian
Kuyakini takkan lama lagi, terang kan memayungi kami
:amiin




(Festival Puisi Kolaborasi  Kompasiana-28/10/2011 : Edo&Yayag Yp)
Baca Selengkapnya - TEKS USANG NEGERI YANG MATI SURI

KEMARI, TELANJANGLAH....

Cantik,
Hapus mukamu
Biarkan rambutmu tergerai 
Tanggalkan seluruh serat kain di tubuh
Kemari, telanjanglah...

Tampan,
Buang dulu rokokmu
Lepaskan topeng di wajah
Jauhkan anak-anak rambut penutup matamu
Kemari, telanjanglah...

Aku punya cermin besar tanpa lidah
Tataplah cermin itu, lihat ketelanjanganmu disana
Aku punya cermin bening tanpa telinga
Cermati ketelanjanganmu disana lekat-lekat

Matamu itu, apakah seperti pendulum?
Kesana kemari bergerak terus tak punya arah
Lidahmu, apakah benar ujungnya tidak bercabang?
Sekali lantang seterusnya hanya desisan anak-anak ular

Bodohi dia, injak-injak mereka
Usai malam, tetaplah bercermin pada ketelanjanganmu
Ketelanjangan tidak pernah berbohong, tak pernah bertopeng
Telanjanglah di depan cermin, biarkan cermin itu mentertawakanmu!
Baca Selengkapnya - KEMARI, TELANJANGLAH....

BAPAK MEMBOLEHKAN AKU MELACUR


Bapakku hilang, Mak
Sejak kau menamaiku pelacur
Menusuk binal mataku dengan hujatan
Sewaktu malam hanyalah kau yang jijik padaku
Dan Bapakku diam dengan bibir kelunya, membisu

Bapakku mati, Mak
Sewaktu kau mengharamkan aku
Mencoreng mukaku dengan penuh nista
Ketika seharian  denganmu yang tidak maui adaku
Bapakku patung, tetap diam menikmati busuk mulutmu 

Bapak, anakmu ini pelacur!
Pelacur yang mencarimu disetiap kedatangan laki-laki itu
Pelacur yang memelukmu tiap usai persetubuhanku dengan mereka
Pelacur yang meneteskan air mata ketika mereka mencium lembut keningku
Anakmu ini pelacur yang mencarimu kesana kemari tiap malam diantara lenguhan

Bapak,
Laki-laki yang terus kucari...
Emak selalu memanggilku pelacur sejak aku dirahimnya
Hingga aku betul-betul menjadi pelacur seperti nama pemberian Emak padaku
Bapak, dimana kau sewaktu pelacurmu ini mencium tanganmu tiap aku pergi menjual diri?
Baca Selengkapnya - BAPAK MEMBOLEHKAN AKU MELACUR

Kamis, 27 Oktober 2011

MATA ANGIN RINDUKU BERGANTI NAMA

Ketika kulipat rindumu di sekat hati
Menyepakati perjanjian keramatnya untuk kata tunggu
Sempat kusisipkan racun diujung lidah
"Kau seorang pemilik luka liku cinta dan airmata ini,"

Sewaktu kutunggu kau disini berteman hujan
Menyuka rinduku pada lirih marah yang menusuk rusuk
Racun setia itu masih kusesap lamat-lamat
"Masih kau seorang penanak resah galau dan risau rinduku,"

Jeda masaku tanpamu yang melulu sembilu
Terus memaksaku menelan tawar racun tanpa nama
Sekian anak tangga kesetiaan yang kupijak menyeru padaku
"Arah mata angin tidak pernah berubah, hanya sesekali datang dengan beberapa nama..."
Baca Selengkapnya - MATA ANGIN RINDUKU BERGANTI NAMA

MILIKI AKU MUSIM INI

Masuklah,
Hujan diluar bukan untukmu
Mari menyesap secangkir kopi
Jinakkan hati untuk bertukar kisah

Silahkan,
Lupakan dulu gemuruh petir
Kali ini kopi hitamku kuberi gula
Biarkan kau dan aku menghangati senja

Nikmatilah,
Syahdunya aroma basahan tanah
Pahit kopiku kini mencumbu manis seleramu
Lenakan sejenak galau risau luka resah cinta kita

Tutup jendela itu,
Derasnya hujan diluaran bukan untukmu dan untukku
Hari ini kita berdua menghangatkan rindu dari dalam hati
Miliki aku musim ini, mungkin musim penghujan esok tak lagi untuk kita
Baca Selengkapnya - MILIKI AKU MUSIM INI

Rabu, 26 Oktober 2011

BINATANG BERTUBUH MANUSIA

Ada muka-muka itu disana
Mulut-mulut penuh meminta pinta
Tangan-tangan liar meraba jamah
Kaki-kaki menjalar kejar mengejar
Lari, aku harus melarikan diri!

Tawa-tawa memenuhi angkasa raya
Keseluruhan masa adalah mimpi-mimpi
Teriakan demi teriakan tak ubahnya cambuk
Bulir-bulir airmata sekedar larangan paling tabu
Manusia lalu tidak begitu, ini kematian!

Ajal tak selalu tercabutnya nafas pinjaman, kawan
Mereka, kita, kau dan aku mendekati kematian tanpa pusara
Tepat ketika kau menginjak aku sewaktu aku menikam mereka untuk kita
Persis sewaktu kita perkasa dalam bahagia saat mencabik-cabik teman seperjuangan
Kita bukan lagi manusia dengan naluri dan belas kasih, kita semua binatang bertubuh manusia
Baca Selengkapnya - BINATANG BERTUBUH MANUSIA

RINDU SEBATANG ROKOK

Senja tak pernah jadi milik kami

Ketika pernah kita tertikam masa
Melabuhkan rindu-rindu pada rasa
Menyayikan lagu takdir tanpa nada
Ketika itu pula kami melupakan mati

Kusesap dalam kau pada paru-paruku
Racuni kita yang pernah memintal mimpi bersama
Teringat sekian rentang masa kami dari sebatang rokok
Dulu cerita tak pernah ingin kita ingkari, tak akan terpungkiri
Kini kisah kita hanyalah siklus tentang tandusnya ladang gersang

Sebatang asap rokok pernah kita bakar berdua
Diantaranya tersisipkan ketakutan-ketakutan kami akan sepi
Ditiap asap rokok itu kami selipkan mimpi-mimpi tanpa lerai
Rindu itu sudah bukan lagi milikmu dan milikku, rindu itu mati
Kisah matinya rindu sebatang rokok hanyalah kisah, tak pernah jadi legenda
Baca Selengkapnya - RINDU SEBATANG ROKOK

Selasa, 25 Oktober 2011

KETIKA KATA -KATA MELACURKAN PARA PELACUR

Katanya kata-katamu
Kau melihatnya melacur
Melihatnya bulat-bulat telanjang
Melihatnya tertawa buas diatas tubuh para lelaki itu

Katanya kata-katamu
Dia perempuan sundal paling binal
Dia puas tiap kali kulit tubuhnya dijilati laki-laki
Dia lepas manakala malam menjadikannya pelakon jalang

Bagi perempuan yang katamu pelacur itu,
Kau tak pernah tahu siapa mereka
Kau tak kenali ratapan matanya ketika kelaminnya tercabik-cabik
Kau tak pernah rasakan jiwanya yang menista tubuhnya tiap pagi

Katanya katamu,
Mereka semua pelacur
Pelacur penjual kemaluan


Pelacur selalu bisa dilacurkan

Kata para pelacur itu,
Kata-katamu melacurkan para pelacur
Kata-katamu lebih kotor dari kemaluan kami
Ketika kata-katamu melacurkan kami, kaulah pelacur yang melacurkan kami!
Baca Selengkapnya - KETIKA KATA -KATA MELACURKAN PARA PELACUR

Senin, 24 Oktober 2011

AKU TAK PERNAH MAUI SUAMIMU!

Berkali kulempar suamimu keluar
Berkali dia tunjukkan nanah di dada
Berkali kuludahi muka suamimu
Berkali pula dia benamkan hatiku dilukanya

Aku hanya bak sampah segala derita
Menadah semua airmata tumpahan serapah
Aku hanya musim hujan peluruh gersang
Menghapus keringnya pegas-pegas nelangsa

Suamimu mencanduku
Ketika kau mengangkasa dalam kedigdayaan
Ketika keperkasaannya hilang kau injak-injak
Ketika kalian terpendar karena kemegahanmu

Tak sekalipun kumaui suamimu
Ketika kelaki-lakiannya masih mengacung keras
Ketika tiap muntahan mulutnya selalu tentang keluarbiasaanmu
Ketika kau meletakkannya diatas kepalamu, tak pernah sekalipun kumaui suamimu!
Baca Selengkapnya - AKU TAK PERNAH MAUI SUAMIMU!

MANUSIA-MANUSIA PERBATASAN

Berkabar beda alam
Doa-doa lupa disajikan
Mimpi menusuk pemujaan
Keranda pencuri sukma berderak

Manusia-manusia perbatasan
Beradu dengan simpul-simpul masygul
Amarah bagai kaldera puncak kebencian
Pencarian akan kuasa jiwa berarti kematian

Wahai laki-laki pemilik benih cikal bakal
Pernahkah kau ingat ketika malam menjadikanmu petarung tanpa singgasana?
Duhai perempuan pembibit anak sanak
Mampukah kau menjadikan persetubuhan sebagai altar suci penyerahan diri?

Manusia-manusia perbatasan,
Tusukkan belati ke dalam dadamu ketika kau hanya bisa bersendawa dalam gugatan
Gorok batang lehermu dengan semua pekik lantangmu pada udara tanpa niat sucinya jiwa
Matilah diluar garis perbatasan tanpa hitam dan putih karena kami tak pernah butuh mulutmu!
Baca Selengkapnya - MANUSIA-MANUSIA PERBATASAN

NYANYIAN BIRU

Biru itu langit
Indah tanpa cacat
Luas tak terbentang
Biru itu keluasan tanpa cela

Biru itu angkasa
Nun jauh diatas sana
Terlihat meski tak terjangkau
Biru itu bentang jarak tanpa kiasan

Biru itu nyanyian
Lautan kata-kata syahdu 
Tempat penyair melagukan mantra kata
Biru itu lagu keluasan rindu pada jarak tanpa ujung
Baca Selengkapnya - NYANYIAN BIRU

MUSIM KEMBANG KOPI KETIGA

Telanjang kusesap wangimu
Kusimpan pada redup mata
Aroma itu membius
Serat nadiku di puncak magis
Terjerat jiwa-jiwa tanpa kuasa

Ini musim kembang kopi ketiga
Musim menabuh rindu tanpa labuh
Kembang kopi ketiga terus mewangi
Memikat pagi buta dalam resah yang terlalu
Ini musim kembang kopi terakhir di penciuman

Basahan dinginnya tanah tak lagi kugenggam
Aku meleraikan senjaku pada pecahan tanah kering
Tak kudapati lagi wangimu nun jauh disana
Arah itu telah kau tunjukkan untukmu untukku
Persis di musim kembang kopi ketiga, kita binasa
Baca Selengkapnya - MUSIM KEMBANG KOPI KETIGA

Minggu, 23 Oktober 2011

AKU TAK MAU LAGI PUNYA BAPAK, MAK!

Emak pulang bawa bapak
Bapakku ini tidak akan menendangmu lagi
Bapakku akan menjadikanmu ratu paling dimanja, Mak
Aku punya bapak hari ini, aku punya bapak!

Hari ini, sekali lagi Emak janji membawakanku seorang bapak
Bapakku ini tidak akan meludahimu dengan sisa arak oplosan
Kau akan dipijitnya siang malam tiap mengeluh lelah, Mak
Bapakku hari ini, pasti benar-benar seorang laki-laki

Aku tak mau lagi punya bapak, Mak!
Diamlah disini memelukku, jangan lagi kau carikan aku bapak
Biarlah aku diserapahi teman-temanku, "Anak pelacur! Anak haram!"
Sudah biarkan Mak...
Aku tak mau melihatmu tiap pulang pagi dengan laki-laki berbeda
Aku menangis tiap airmatamu luluh ketika laki-laki itu hanya meludahimu
Aku tak kuasa lagi mendapati lebam tubuhmu tiap mereka menendangmu
Aku tak mau lagi punya bapak kalau mereka hanya laki-laki penikmat tubuhmu, Mak!
Baca Selengkapnya - AKU TAK MAU LAGI PUNYA BAPAK, MAK!

DOA PAGI PEREMPUAN MALAM


Aku benci pagi
Aku benci matahari
Aku tak mau kehilangan malam
Aku tak ingin benderang mengganti temaram

Aku benci pagi
Pagi membuatku kembali menjadi ibu
Kembali menyusui anak semata wayangku
Dengan puting susu bekas hisapan beberapa laki-laki semalam

Aku benci matahari
Matahari menyinari noda kotor tubuhku
Kubasuh berkali pun tubuhku tetap bau pelacur, tubuhku tabu!
Tabu ketika noda semua laki-laki itu terus menjadikanku pelacur

Aku tak mau kehilangan malam
Malam selalu menjadikanku pemilik takdir
Takdir penghias senyum untuk tangis di titik nadir
Pekatlah malam, biar kusembunyikan mukaku dari tikaman dunia

Aku tak ingin benderang menggantikan malam
Kalau diterangnya nyata dunia, aku hanya sampah segala serapah
Aku ingin selalu kelamnya malam membuatku makin tenggelam
Apalah arti tangis pelacur ketika doaku tetap dianggap goda untuk panasnya ranjang semalam

Baca Selengkapnya - DOA PAGI PEREMPUAN MALAM

Sabtu, 22 Oktober 2011

MALAM KEMATIANMU

Jauh kau dari satu
Terbiasa sendiri, tanpa sesiapa
Lupa kau pada padu
Selalu lengang, tanpa mereka

Malam-malam kau bungkus pinta
Harap damba kau lupakan merasa
Tawa terganti tangis tak lagi membuatmu binasa
Cinta terbayar lerai tak lagi memaksamu tiada

Tak usahlah lagi meminta
Lupakanlah mengharap
Buanglah semua airmata
Peluk sendiri pilumu dalam lelap

Ingatkah kau, berapa malam kau pinta untuk semalam yang kau mau?
Berapa lamakah hendak kau harap darinya semalam saja untukmu?
Lupakah kau, berkali malamnya datang dan pergi tak pernah demimu?
Malam ini bukan malamnya, tak juga untuknya, malam ini malammu...malam kematianmu
Baca Selengkapnya - MALAM KEMATIANMU

TERIAKAN PEMBUNUH

Tumpahkan saja semua
Muntahkan!
Remukkan semua sendi
Hancurkan!
Aku riak, bukan ombak

Ludahi wajah tanpa raut
Hapus belukar hingga tak berakar
Benamkan pisau tajam dalam-dalam
Hinakan takdir penuh sumpah serapah
Aku kemarau, bukan rotasi

Ada dan tiada bukan gunjingan
Cinta mencinta bukan petaka
Kalau teriakan menggulung semua mau
Ketika mati tak harus ditangan pembunuh
Maka aku adalah jiwa dalam raga tanpa rasa
Baca Selengkapnya - TERIAKAN PEMBUNUH

RINDU TANPA CINTA

Cinta itu tak ada!
Tak harus kau cari kemana
Dimulutku pun tak ada
Jadi jangan kau cari dihati
Aku tak kenali hatiku sendiri
Padaku, cinta itu tak ada

Jangan beri aku rindu,
Demi rayu kata layunya lalu
Untuk pinta esok lebih berarti
Sekedar mimpi untuk mati
Aku biduan buta nada
Diriku, tak mengenal rindu

Biar rindu menemui cinta
Selagi cinta masih menyuka rindu
Biar pemuja rasa percaya kisah
Kalau memang harap tanpa sisa
Aku bukan untuk rindu tanpa cinta
Bukan juga cinta yang selalu hanya rindu
Baca Selengkapnya - RINDU TANPA CINTA

Kamis, 20 Oktober 2011

KOTA PARA BADUT

Seharian penuh amuk
Tak sekali pun hening
Setiap hari injak menginjak
Tak satu pun ingat doa

Perempuan itu telanjang
Terbungkus luluh peluh, hangat
Setan karib pencari nikmat
"Anakku makan dari keringat Emaknya yang melacur,"

Kota itu punya banyak bilik
Malam hanya perlu bintang, tak perlu lampu
Sekat satu penuh muslihat, sekat lain penuh laknat
Kota para badut, badut-badut ditengah kota

Laki-laki itu telanjang
Mulutnya penuh racun, penjilat
Neraka bukan pilihan tapi tujuan
"Anak istriku meminum darah laki-laki bengis,"

Kota itu punya banyak sekat
Siang hanya perlu matahari, bukan udara
Bilik satu terisi pengkhianatan, bilik lainnya tanpa harga diri
Badut-badut ditengah kota para badut

Kota para badut konyol
Tiap tawa adalah hunusan pedang siap memenggal nurani
Kota para badut bodoh

Tangis berarti nurani, tak ada nurani disini, ini kota matinya penyabung kemanusiaan
Baca Selengkapnya - KOTA PARA BADUT

CUMBUAN KOPI PAGI DAN SEBILAH BELATI

Pahit diujung cangkir kopi
Menyesakkan raba rasa lidah
Pahit asam kau disana, panas
Bakar semua nadi dan darah
Aku tak mau menyesap manis
Pahit, hitam, panas...beliakkan mata!

Belati didepan meja takdir
Berkilat menyilaukan ujung mata
Tajam mengiris nurani, dingin membeku
Sayatkan saja sampai memerah darah
Aku tak akan memilih nyawa
Raga, roh, suara...ditikam kematian

Kutikamkan belati pada cangkir kopi
Beling itu meronta-ronta tak rela tertikam
Menyayat luka itu seperti sembilu kawan, sakit
Ketika sakit doa-doa itu terlepas penuh nyali
Biarlah tumpah darah itu pada tanah dan bernanah
Pahit saat tersayat itu seperti pagi, hening......
Baca Selengkapnya - CUMBUAN KOPI PAGI DAN SEBILAH BELATI

Rabu, 19 Oktober 2011

SAJAK PENYAIR MATI

Penyair mati ketika sajaknya hanya sampah
Sewaktu mahkota kepala meminta tumpah ruah
Dengan semua keAkuan diatas logika membumi
Kata-kata itu dari tanah, udara dan air, kawan!

Sajak penyair itu mati tanpa doa para peziarah
Hanya buih kata-kata keAkuan nisan kuburmu
Mati ketika apa yang didapat dari alam kau ingkari
Perut bumi itu semua sajak, bukan isi kepala penyair!

Penyair itu dibunuh sajak-sajaknya sendiri
Ketika tawa penyair mengangkangi  bisik tanya anak alam
Penyair itu mati tanpa kesucian puluhan makna kata, tak satu pun...
Mati karena sajak yang membuatnya jadi penyair tanpa pijak bumi
Baca Selengkapnya - SAJAK PENYAIR MATI

AKU BUKAN ANJING!

Aku tak bisa menyalak
Tak sepertimu, bisa menyayat luka
Tak sepertimu, mampu mengendus darah
Tak  sepertimu, perkasa menyesap airmata
Aku bukan anjing!

Aku anak harimau,
Belum ingin jadi harimau
Belum berkenan memangsa
Belum mampu mengasah taring
Belum juga punya insting membunuh
Aku anak harimau, bukan anjing!

Anak harimau masih merajuk puting induk
Membuka mata sekali-kali
Mencuri lihat bagaimana cakar ditikamkan
Mencium sekilas aroma basahnya darah
Aku anak harimau, predator di musim perburuan
Kau hanya anjing, sekedar umpan dimusim naasmu!
Baca Selengkapnya - AKU BUKAN ANJING!

BALLERINA BERKUMIS

Dulu aku tak punya buah dada
Alergi kronis dengan gincu merah
Tak peduli pada ukuran kutang
Menolak tumit dengan tusukan highheels
Aku laki-laki sejati!

Kusayangi ibu pencipta sorga abadi
Pencuri bintang terang buah doa-doa
Tak peduli malam penuh darah dimuka
Pujian suci teruntuk suaminya yang keji
Aku bukan laki-laki!

Buah dadamu mengaliri dahagaku akan cinta
Getar lirih doa dimulutmu muara sukaku
Kakimu terus mengajariku tarian hidup
Perih keringatmu tak pernah dihapus bapak
Aku ballerina di telapak sorgamu, aku penarimu

Bercumbu ujung jari kita dengan kerasnya kenyataan
Tubuh kita melayang melupakan siksa dalam pejam mata
Suara sayup-sayup malam menghilangkan ingatan luka
Hangat terus kusesap airmatamu untuk kehancuranku
Aku laki-laki yang kau sirami kelembutan hati

Kau pemilik hidupku Ibu,
Pemilik langkah kaki tarian-tarian malamku
Tak akan kuperkenankan laki-laki itu mencabik-cabikmu lagi
Kau kumiliki disekujur gemulai tubuhku dalam tarian
Aku ballerina berkumis, musuh laki-lakimu yang kupanggil bapak
Baca Selengkapnya - BALLERINA BERKUMIS

Selasa, 18 Oktober 2011

SEHARUSNYA INI CINTA

Ketika janjimu tak kunjung tunai
Tapi kau masih kurindukan
Ketika dia datang menawarkan rasa
Tapi masih kau saja cintaku
Ketika tak lagi terlihat jejak adamu
Tapi tetap kau yang kucari

Seharusnya ini cinta,
Meski kupotong-potong kenangan tentangmu
Kuinjak-injak di kedua telapak kakiku
Lalu kuludahi wajahmu dengan amarah
Masih juga kau penguasa alam mimpi malamku
Masih juga kau yang menginjak-injak nalarku

Tak bisakah ini jadi benar-benar cinta
Untuk kau dan aku, bukan untuk esok dan bagaimana
Tak mungkinkah ini jadi cinta sebenarnya
Sekarang, hari ini...bukan setelah semuanya berkesudahan
Tak pantaskah ini disebut cinta untuk cinta
Yang membuatmu merindu dan memaksaku mencandumu?
Baca Selengkapnya - SEHARUSNYA INI CINTA

Senin, 17 Oktober 2011

25 : ADAKU UNTUKKU

Buang semua tanya
Ketika kompas tidak ditangan
Lepas semua kesal
Ketika judul tak tergenggam
Muntahkan semua riak
Ketika gelagat bukan ombak

Kamu penegak pijak kakimu!
Penguasa otak tanpa ganggu gugat
Kamu pemilik keliaran rohmu!
Cikal bakal kuasa tak terbelenggu
Kamu penikmat mimpi-mimpimu!
Pemburu harga diri tanpa kompromi

Jadilah bedebah penuh amarah
Saat tawa mereka penuh ludah beracun
Jadilah maling tanpa belas kasih
Saat cerita mereka mencuri semua harap
Teriaklah pada gemuruhnya deru angin malam ini, teriakkan...
"Aku adalah aku yang kumau ada untuk adaku, aku adalah aku!"
Baca Selengkapnya - 25 : ADAKU UNTUKKU

Minggu, 16 Oktober 2011

TERUNTUK GENAP SETAHUN YANG LALU

Besok, pada tiga tahun lalu...
Kita bertemu lagi di stasiun tua
Gegap hatiku menujumu
Bekas kekasih yang berisitri
Kau masih laki-laki durjana
Tempatku berlari dari kepunahan
Instingmu mengendus aku
Kau Tuhanku untuk keterasingan

Setelah mencoba bertahan,
Pahit lidahmu memanglah cambuk
Berkali kau teriakkan,
"Tegaklah pemimpi! Injak!"
Aku terus menggigil takut dibalikmu
Mengintip pun kutak berani
Terluka mata kejimu menyayat laluku
Peluk, peluk dan peluk...lunaslah salah

Ketika setahun lalu tepat dimalam ini,
Aku tersungkur penuh airmata dalam tubuh bergetar
Kau meninggalkanku lagi untuk mati, selamanya
Dari jauh pun kutak mampu memelukmu yang mencintaiku
Mata dan tawa panjang itu hadiah terakhir darimu
Kau mau aku pulang kalau aku lelah berjuang
Aku pulang karena tak ada lagi yang menganggapku pejuang
Melipat semua mimpi meski terus kau cambuk aku di alam barzah

San,
Jadikan aku sesuatu untuk diriku sendiri
Untukku yang tak pernah mendengar mauku
Demi awalku menuju kotamu menelanjangi mimpi
Hanya sekedar menggenggam bara beraninya hati
Meski tak lagi tanpamu
Meski kutahu kau tetap ada dibelakangku
Meski doaku tak pernah sampai dibasahnya tanah pemakamanmu
Baca Selengkapnya - TERUNTUK GENAP SETAHUN YANG LALU

KUTANG MERAH SULIKAH

Kang Kusno suka warna merah
Katanya, Merah membakar gairah
Merah pada memerahnya mukaku
Merah pada basahnya bibirku
Merah pada ujung payudaraku
Layu malam tak pernah lepas dari desah
Leherku pun selalu ditinggalinya warna merah



Sepertinya itu sepuluh tahun yang lalu, entahlah
Saat itu, Sulikah kembang desa baru saja menikah
Menikmati tiap malam dengan kemaluan Kusno yang kaku
Mendengar semua bisik birahi Kusno tentang tubuhnya yang merayu
Meresapi setiap gesekan tubuh Kusno diatasnya sebagai istri baru
Sulikah belum hamil, Sulikah masih kembang desa berparas mewah
Sulikah pasti bahagia, Sulikah selalu tersipu tiap Kusno tertawa megah


Sekarang Sulikah gundah
Setiap malam Kusno tak pernah tidur dirumah
Menangis Sulikah, menangis pula anak-anaknya satu per satu
Malam selalu hanya Sulikah dan waktu yang terus berlalu
Mengingat Kusno yang tak lagi bergairah pada Sulikah meski tak berbaju
Kusno datang, Sulikah memakai kutang merah, warna pembangkit gairah 
"Merah dibalik kutangmu itu sudah kendor Sulikah, aku tak lagi suka warna merah!"
Baca Selengkapnya - KUTANG MERAH SULIKAH

Sabtu, 15 Oktober 2011

NYANYIAN DIBALIK PUNGGUNGMU

Hangat punggungmu yang berlalu,
Masih sangat kurasa pada telapak tangan
Kokoh siluet tubuhmu, membunuhku
Sekali lagi aku menangis untuk kenangan
Bahkan sebentuk jejak pun tak juga tentangmu
Untuk apa lagu itu kau nyanyikan?

Bintang gemintang nan berkilau,
Aku ada untuk siapa ketika bagiku dia adalah kehilangan?
Biduan pasar malam, tanyakan pada lagumu...
Apakah pernah dia disini menikmatiku sewaktu aku berlalu tanpa pesan?
Bisiki aku rasa cintamu tanpa terkuaknya rindu-rindu semu
Cintai aku dengan pelukan, bukan dengan berlalunya punggungmu dalam nyanyian
Baca Selengkapnya - NYANYIAN DIBALIK PUNGGUNGMU

SUAMI JADI-JADIAN


Pesan suamiku, 
Carilah duniamu
Lebur semua rindu
Temui tawa-tawa itu
Genangi hatimu, jangan ambigu
Esok setelah malam ini berlalu,
Kita kupas lagi dingin tanpa kelu

Aku inginkan suamiku disini
Rinduku tak tahu diri
Susah untuk kupungkiri
Datanglah sekarang juga, hari ini
Bukan pesan sembunyi-sembunyi
Sewaktu istrimu pergi bermimpi
Bukankah bagimu aku juga seorang istri?

Aku istri pemilik sebagian kecil hidupmu
Yang kau nikahi ketika setengah bagian diriku mencacimu pada semat  ikat akad  palsu
Kau suami jadi-jadian yang meminta sekujur tubuh dan  seluruh masaku
Yang memberiku kebohongan sedari awal lidahmu  memagut cinta meski birahi saja maumu
Senggama berpuluh peluh pun bukan cinta yang kumau
Peluk demi pelukmu yang merajuk sepanjang malam tak pernah kurindu
Aku perempuan dari suami jadi-jadian, tak miliki apa pun selain kemaluannya yang tak pernah libur mencumbu
Baca Selengkapnya - SUAMI JADI-JADIAN

MALAM INI, SEPERTINYA AKU MEMILIKIMU

Airmata ini tumpah
Kupukul dadamu dengan kepal tangan
Cinta ini akan membunuh kita!
Kita hanya pencari rasa kala kemarau
Reuni nelangsa harus memendarkan kita
Erat kau pagut aku dalam airmata
Terperosok kita untuk sesaat
"Kau akan pergi, kau pasti hilang..."

Pisau itu kau tancapkan didadamu
Takdirku bergemuruh luruh dalam lenguh
Berputar pun telikung rasa itu tetap lingkar
Sekarat aku untuk semua risau rasa ini
Makin ingin kita terberai, makin kita terikat
Megahnya kau dan aku disana dan disini...
Terbunuh dan runtuh menimbun kita untuk cinta
Malam ini, sepertinya aku memilikimu......
Hujan tetap untuk kita selamanya sayang
Membawa semua luruh kalut dalam genangan
Terkenang kita bak aroma basahan tanah
Luluhkan aku untuk kita, seperti kurekatkan kau dihati
"Aku memilikimu malam ini...."
Baca Selengkapnya - MALAM INI, SEPERTINYA AKU MEMILIKIMU

BESOK AKU MEMILIH NERAKA

Besok aku menemuinya
Laki-laki itu membeli hidupku
Gincu hanya cinderamata
Laki-laki itu melipat semua pilu

Besok aku tak akan lagi kemari
Setengah diriku sudah kugadaikan
Bibir penuh senyuman hanya ilusi
Aku lama mati dalam  penantian 

Pada lindunganmu yang pernah kuharap,
Aku hanya kesia-siaan layaknya benalu
Selalu menempel pada puting susu
Kakiku bergerak tanpa hati, neraka akan kupijak

Untuk lapangnya pelukanmu yang kurindukan,
Aku hanya kura-kura bodoh pada tempurung
Terus berlindung pada sorga kematian
Besok kupilih neraka, hidupku sudah kuhentikan
Baca Selengkapnya - BESOK AKU MEMILIH NERAKA

Jumat, 14 Oktober 2011

BAWA AKU MALAM INI

Bawa aku malam ini,
Ke tempat dimana matamu tak bisa melihatku
Aku bukan siapa-siapa
Tak juga hendak jadi sesiapamu
Butakan matamu
Lihat aku tanpa sorot matamu yang teracuni
Perkenankan aku menjadi lelehan lelah dibahumu

Bawa aku malam ini,
Pada bibir laut tanpa telingamu yang bisa mendengarku
Aku tak pernah seindah nada-nada
Tak akan pernah bisa membuatmu bernyanyi
Pekakkan gendang telingamu
Rasakan aku tanpa hasutan bisik angin malam
Biarkan aku pupus dari melankolisnya rindu-rinduku padamu

Bawa aku malam ini,
Tanpa duniamu yang tak pernah untukku
Bawa aku malam ini
Untuk semua resahku demi adamu
Bawa aku malam ini dan untuk malam-malam selanjutnya
Demi maumu yang sepenuhnya hanya diriku
Demi cintamu yang sekarat sewaktu aku tak ada
Baca Selengkapnya - BAWA AKU MALAM INI

JANGAN DULU KAU KAWINKAN AKU, MAK

Emak pemilik sorga abadi,
Jangan kau lipatkan doa untuk pintaku
Aku masih mau menyesap sorga dikakimu Mak
Tapi jangan dulu kau kawinkan aku musim ini
Aku masih takut memasungkan leher pada calon suamiku
Untuk apa aku kawin kalau dipaksa jadi budak tanpa otak?

Seperti yang Partinah pernah katakan padaku,
Meski badanku remuk, selagi kemaluannya tegak keras...
Dibolak-baliknya badanku sampai kemaluannya lunglai kelu
Suamiku itu lalu tidur tanpa memelukku, cintanya tandas
Aku tak mau seperti Partinah, Mak...hanya budak nafsu
Kalau aku punya suami, aku mau suamiku memeluk tanpa lepas 

Pernah juga Sukarti berbisik lirih ditelingaku,
Sebelum anak-anakku lahir, tiap hari rayuan suamiku mampir dihati
Dari ujung rambut sampai ujung kemaluanku semua membuatnya mencanduiku
Sekarang, tiap kudekati dia selalu menjauh kesana kemari
Aku bukan Sukarti, Mak...tak mau aku dimaui ketika ada mau
Suamiku tak boleh memandangku seperti barang bekas tak punya nilai

Emak pendoa sejati takdirku,
Teruslah berdoa untuk belahan hatimu ini
Jauhkan aku dari laki-laki pencari istri penikmat kelamin sewindu
Doakan dimusim kawin berikutnya ada laki-laki tanpa kelamin mencari istri
Akan kutunggu laki-laki itu dalam takzimnya doa-doa panjangku
Jangan dulu kau kawinkan aku, Mak...Yang kutemui belakangan hanya laki-laki dengan kelamin tanpa hati nurani
Baca Selengkapnya - JANGAN DULU KAU KAWINKAN AKU, MAK

Kamis, 13 Oktober 2011

AKU TAK MAU JADI LAKI-LAKI!

Aku tak mau jadi laki-laki!
Sejak dirahimmu aku menolak
Tak sekalipun aku ingin dipanggil "Bapak"
Aku bukan laki-laki
Meski tiap saat aku membuatmu gundah
Tak sekalipun aku ingin jadi penerus darah
Hebat dan kuat tak selamanya untuk laki-laki

Ijinkan untuk kesekian kali, 
Jangan biarkan aku jadi laki-laki yang jauh bijak
Tapi tiap kali minta kupanggil bapak
Aku tak mau jadi laki-laki
Yang kakinya selalu dimukaku tiap marah
Aku benci semua laki-laki diatas tubuh telanjang ibuku yang memerah
Meski Kau toreh takdir untukku, aku tak mau jadi laki-laki!

Aku anakmu Ibu, lelaki pembunuh laki-laki
Kubawakan sorga tiap malam disucinya telapak kakimu, aku tamak
Relakan hatimu menatap cantikku dalam kilatan high heels perak
Aku tetaplah anak hebatmu, lelaki tak selayaknya laki-laki
Jangan lagi kau telanjang menjual kemaluanmu pada laki-laki bedebah
Doakan saja malam ini aku bisa meludahi laki-laki lainnya dengan semua marahku pada gairah
Aku masih anak laki-lakimu Ibu, lelaki bergincu merah penuh corak benci pada laki-laki
Baca Selengkapnya - AKU TAK MAU JADI LAKI-LAKI!

Rabu, 12 Oktober 2011

NERAKA TERLALU BANYAK TANYA

Kau merintih
Ditindihnya kau tanpa otak
Alkohol dimulutnya racun bagimu
Perutmu membesar pertanda aib
Dia ingkari buah cairan kelaki-lakiannya

Kau tersungkur
Pada Sang pemilik sorga kau lindap
Mata mereka memaksanya meludahimu
Aib itu kau bawa kian kemari, kesana kesini
Ratap kau pinta terus pada penulis takdir

Kau mati terbunuh
Ketika nadi lemah dalam rahimmu membeku
Darahmu mengucur di kedua mata tanpa pupil
Saat mata mereka meminta bayimu terlahir
Makian penuh laknat memasungmu untuk nelangsa kesekian

Kaukah pencabut nyawa setengah bagian dagingmu?
Ketika kau hanya mau diakui tapi diludahi dengan alkohol
Kaukah pembunuh keji rekahan sepenggal nyawamu?
Ketika sorga dikakinya menendangmu jauh menjauhi harum namanya
Matilah kau di sorga, neraka terlalu banyak tanya tanpa pandang mata hati
Baca Selengkapnya - NERAKA TERLALU BANYAK TANYA

MELUPA RINDU

Kata hatimu,
Rindu itu seperti angin
Datang semilir sesekali
Kerap membawa musibah

Kata cintamu,
Rindu itu sepahit kopi
Pahit menyisa asam
Gula menuang tipuan

Kata rindu itu sendiri,
Aku sebentuk harapan
Hadir ketika kemarau
Pengisi mimpi para pemuja

Kataku pada rindu,
Biar kupanggil kau benalu
Tak pernah kumau ada
Kucabik-cabik dan kulupakan
Baca Selengkapnya - MELUPA RINDU

RAJA SEMENIT

Luar biasa kau Raja,
Air mukamu mengkilat penuh sanjungan
Tegak berdirimu menjulang silau kupandang
Buah pikir isi kepalamu bak syahadat tanpa cela
Tunduk semua abdimu untuk selalu mengiyakan
Kalimatmu sabda suci bagi kami dibatas jarak pandang

Kau raja yang kulihat dari kejauhan sini tanpa kacamata

Duhai Raja penguasa fana,
Pernahkah kau ingat dirimu ketika duduk beralas tanah tanpa keAkuan? 
Tidak terlalu lama untuk sejenak Paduka tengok ingatan itu ketika pulang
Raja bercorak tutur kata biasa, ada benar dan kerap salah pada makna
Betulkah Raja takut menjadi lumrah demi kami yang penuh kerinduan?
Kau menghebat dalam setiap lepasnya maklumat, Rajaku pelakon setengah matang
Rajaku merajai keluguanku lalu menginjak semua harap dalam semenit asa tanpa kata

Kau raja hanya dibibirmu sendiri
Penikmat keAkuanmu tanpa sesiapa
Kau meraja semenit dalam durasi
Maui semua kehebatan tak peduli muak kami di dada
Kau bertahta disinggasana keluarbiasaal penggila puji
Selalu mencandu sembah puja meski tertikam masa
Kau raja mengerikan untuk dirimu yang berontak tiap kali kau pecundangi
Baca Selengkapnya - RAJA SEMENIT

PENIPU KEMALUAN

Yang teringat waktu itu,
Bapakmu laki-laki sopan
Polos tak kunjung bisa merayu
Meski tak pernah lembut di peraduan
Ku gadaikan padanya lugu perawanku
Dan aku hamil bukan dengan laki-laki jantan
Bapakmu laki-laki biadab tak punya malu 
Kata-kata kotornya melaknatku tanpa perasaan
Lahirlah kau Nak, kunamai kau : Laki-laki Tanpa Malu

Kuingat juga waktu itu,
Bapakmu lelaki gagah nan rupawan
Senyumnya selalu menarik-narik hatiku
Pecinta tulen sewaktu mengadu kemaluan
Kupuja keperkasaannya tiap bapakmu mencumbu
Aku hamil lagi untuk kali kesekian
Bapakmu terlalu rupawan untuk mengakuimu
Dia, aku dan mereka meminta bapakmu mengikat akad pernikahan
Kau terlahir Nak, kuberikan namamu : Lelaki Penuh Nafsu

Kesinilah anak-anak lelakiku,
Aku pemilikmu sejak siapa pun tak menyukai nama kalian
Ingatlah nama-nama kalian sepanjang waktu
Aku hamil dengan menyemat dendamku pada semua pejantan
Menangislah tiap semua perempuan tak mendekat padamu
Aku tak mau kalian merayu perempuan, membuatnya hamil lalu hilang ingatan
Menjeritlah sekeras-kerasnya pada tipisnya cuping telingaku
Perempuan ini akan menghibur kalian ketika mati pun tanpa mengenal perempuan
Anak-anakku anak penipu kemaluan, tapi tak harus jadi laki-laki seperti bapaknya yang penipu!
Baca Selengkapnya - PENIPU KEMALUAN

PENDOSA TANPA NODA

Kubuang kau
Laki-laki pembuatku ada
Malam ini jangan kau tikam aku
Aku budak keharusan penuh dosa

Kusembunyikan dulu dirimu
Perempuan pemilik cikal bakalku di dunia
Satu malam ini aku tak mau menyembahmu
Aku tercipta dari noda dan selamanya jadi pendosa

Nirwana kan kutuju
Tempat para dewa-dewa mencatat dosa anak-anak Adam dan Hawa
Akan kutanyakan dari balik langit biru
Kepada saksi takdir, pendoa terhebat saat aku mulai bernama

Akukah pendosa paling nista,
Sewaktu laki-laki itu mengerang hebat diatas tubuh perempuan itu
Tepat ketika mereka ingin mencicipi sedikit sorga
Lalu takdirku mengukir namaku dengan pilu?

Akukah pendosa penuh noda,
Yang memaksakan mereka terikat akad diujung luruhnya peluh tanpa mau
Akukah pendosa tanpa doa pemilik sorga,
Yang terus memintal doa, "Aku tak pernah mau ada sejak kalian tidak mengingkan adaku!"
Baca Selengkapnya - PENDOSA TANPA NODA

Selasa, 11 Oktober 2011

UNTUK SIAPA KAU PULANG?

Kau pulang lagi hari ini
Meninggalkanku sendiri
Punggungmu saja bekalku bermimpi
Mengadukan pergimu pada malam-malam sepi
Pasti tak kau dengar aku yang memintamu tetap disini
Matamu memerintahku untuk diam tanpa rengekan lagi

Kau pulang lagi malam ini
Menyiksaku penuh tanya tanpa jawaban pasti
Permata hatimu, aku...aku yang terus kau sakiti
Mencintaimu adalah perih dan semua sekat misteri
Pertama kurasa cinta sekaligus kehilangannya yang tak terperi
Memaksaku membunuh cinta ini sama dengan membuatku mati

Kau menghilang dariku lagi
Menyiksa hati untuk cinta yang tak akan pernah kumiliki
Pudar semua asa dihati ketika mauku hanya sekilas mimpi
Menyanyangimu adalah salah tanpa ampun, tak pantas dimaui
Pergilah kemana kakimu melangkah tiap kutak mau kau tinggalkan untuk kesekian kali
Menjauhlah tanpa pernah lagi datang untukku ketika esok membuatmu merinduiku lagi
Kau bukan siapa pun untuk hatiku tiap tangisku pecah kala bertemu tanya tanpa arti,  
"Untuk siapa kau pulang jika aku tak bergeming, aku yang katamu kau cintai..."
Baca Selengkapnya - UNTUK SIAPA KAU PULANG?

CINCIN KAWIN

Kusimpan kilau emasmu disaku celana
Bersembunyilah disana,
Jangan dulu kau ikuti gairahku malam ini
Ku ingat kau sebentar dalam akad kata
Biarkan aku lepas tak bernama,
Jangan terus kau jerat aku dengan janji suci

Aku ingin menikmatinya lekat penuh keringat
Kutinggalkan dulu semua setiaku yang keramat
Akan kubasuh semua noda jemuku akan maumu
Kubuang jauh abdi diriku yang tunduk keharusan mau
Aku mau telanjang malam ini dengannya tanpa ikatan
Kusingkirkan dulu lingkaran di jari manis ini dasar lautan

Esok aku akan kembali padamu dengan ikatan itu lagi
Mencocok hidungku untuk kembali dungu pada ikatan suci
Esok kupasangkan lagi cincin kawin darimu itu padaku
Memaksakan diri untuk menelan lagi tumpahan muntahanku
Esok aku menjadi adiriku yang kau pecundangi tanpa doa
Malam ini aku tak ingin mengingatmu, malam ini aku tak dimiliki dosa

Aku dan kamu terpikat erat pada selingkar sumpah keramat
Tertunduk takzim tanpa pernah membisikkan kata-kata khianat
Kau dan aku terlingkari sempurna kilau emas sucinya janji mati
Terpedaya setia tanpa titik nadir hingga semua banjir kebohongan hakiki
Kita memuja cincin kawin, kita untukmu, mereka dan kalian semua
Tak akan membiarkan semua pecah selagi kau bungkam, dan kami endapkan rahasia
Baca Selengkapnya - CINCIN KAWIN

SAMAR RASA

Kau kucintai dibilik kita merajuk birahi
Ketika hari tinggal beberapa waktu temaram
Sewaktu semua tampak gelap dan tersamar
Kau kucintai disaat semua mata tak melihatmu denganku

Kau kumiliki pada seperempat malam penuh gairah
Ketika sekitarmu takzim pada putihnya kebenaran hidup
Sewaktu benderangnya dunia hanya menyisakan bintang
Kau kucintai disaat aku tak mungkin menjadikanmu halal bagiku
 
Samar rasa, inikah cinta setelah cinta lalu begitu menjemukan
Ataukah kau hanya sisa rasa yang begitu saja hadir dipermukaan

Kita menyabung suka dengan cinta dan gejolak kemaluan
Kupungkiri matamu yang meminta hatiku, aku hanya mau suka

Aku punya hati untuk mencintaimu
Aku punya rindu untukmu selimut hati
Aku sementara untukmu, tak untuk selamanya kau miliki
Aku hanya samar pada rasa cintamu yang kultus penuh abdi
Baca Selengkapnya - SAMAR RASA

Senin, 10 Oktober 2011

TAK SEHARUSNYA ADA

Seharusnya,
Temani saja kelam
Dengan diam dan ada
Jarah semua kusam
Dengan ada dan tetap ada
Pedih harus padam
Dengan tetap ada dan selalu ada

Seharusnya,
Rasa hadir karena kau ada
Cinta lahir ketika rasa membuatku ada
Pun ketika rindu jadi pengingat kau ada
Jiwa terpikat karena sepikat ucap tanpa khianat
Hati terpasung setia karena abdi diri tak terlewat
Lekang waktu apalah lacur dinanti meski dekat kiamat

Biarlah apa yang seharusnya ada tidak lagi ada
Bunuh ada dan mau untuk tetap dianggap ada
Berteman dengan asa tak selalu tanpa sia-sia
Bernyanyilah untuk apa yang tidak pernah lagi ada
Berdiri tegak tak lagi selalu dirimu dan dia
Bagaimana seharusnya ada tanpa pernah dianggap ada?
Bukankah adanya tak pernah lagi membuat rasa itu ada?
Baca Selengkapnya - TAK SEHARUSNYA ADA

LAGI

Lagi,
Sayup lirih kudengar pilumu
Begitu menyayat semua ego
Menarikku mengikut nelangsa

Lagi,
Doamu menembus relung hati
Seketika menikam nafas hidup
Mengiris sekat-sekat kenangan

Berpulang lagiku padamu
Pemilikku selagi lugu termahkotakan 
Masih kau penatah jiwaku
Penghias semua belianya cinta

Lagi,
Aku mengharap pulang ketika senja temaram, padamu
Kau yang melukai dan kini kulukai, tundukkan aku
Biarku bersimpuh mengadu dan memintaku yang lalu hilang ketika aku tanpamu
Baca Selengkapnya - LAGI

EPISODE

Sudah kubebat dua kakimu
Dengan kekuatan kata-kata
Kutepuk-tepuk punggungmu
Buang semua lelah jiwa
Tangguhkan perih, lantanglah!
Jerang gundahmu malam ini
Maut didepan hanya siluet
"Menguatlah! Kau kuat!"

Kau tegak yang kuperkenankan menjulang
Airmatamu bukan untuk dunia, biar untukku saja
Rajam semua pencibirmu dengan bengis kejam
Esok senja, datang lagi padaku untuk buang rapuhmu
Telan semua darah luka-luka bernanah mereka
Bawa remuk redamnya hatimu padaku, hatiku kan kutambalkan
Jadilah seperti apa yang cadasnya dunia maui dari adamu
"Biar satu episodeku berakhir lagi malam ini, tanpamu..."
Baca Selengkapnya - EPISODE

Minggu, 09 Oktober 2011

SURAT HATI SURTINAH

Surtinah meraung-raung dibawah kakimu
"Jangan tinggalkan aku dan anak-anak buah keperkasaanmu,"
Kakimu menjejak matanya yang terus meretas airmata
Penyulut hati sudah tak mungkin kau percikkan
"Surtinah sudah layu!"

Surtinah meminta pada malam berbulan penuh
" Aku air terjun yang menyusuimu di masa-masa kau tak beribu,"
Tegak dongak kepalamu pada lautan bintang meludahi harapnya
Kelindan kisah lalu yang jatuh bangun sudahlah mengusang
"Surtinah tak punya malu!"

Surtinah meronta-ronta diantara baju-bajumu yang tersisa
"Bau keringatmu kupuja untuk sekian doa-doa suci,"
Lantang kerasnya suaramu menggelegak memecah kekultusan asmara
Getar pinta seputih kapas bukan lagi pikat pasungmu untuk prasasti akad
"Surtinah hanya fosil!"

Surtinah membakarmu pada dupa-dupa magisnya malam keramat
Memintamu kembali meski hanya tubuhmu yang tanpa nyawa
Surtinah membasuhmu dengan lagu-lagu tanpa sayatan nada pilu
Memaksamu pulang kembali dan menyumpal mulutmu dengan hatinya yang merah darah

Surtinah marah
Surtinah mati sebelum sempat kau kembalikan semuanya
Surtinah lelah
Surtinah menulis surat untuk kiamatnya kedigdayaan biadabmu
Baca Selengkapnya - SURAT HATI SURTINAH

PUZZLE

Kita
Dua kepala penyuka permainan takdir
Mencibir rasa suka dengan lalu lalangnya waktu
Terkadang ada. kerap kali tak pernah bersenyawa
Kau dan aku pembunuh cinta untuk ambigunya mau

Kau dan aku,
Terserak dalam megahnya keakuan cita tanpa cinta
Kadang menyesap rindu lalu menginjak-injaknya pada bumi
Mula tak pernah kita tahu kapan dan dimana berawalnya
Kita pemain takdir yang selalu menikam perihnya luka bernanah

Puzzle itu berisi kau dan aku
Kita yang menyatukan, kita juga yang mengurainya
Waktu bukan yang kau hitung, waktu memasungku
Aku disini dengan kau, dia dan juga lalu, tanpamu
Kita hanya kepingan puzzle, terpendar dan tak merekat
Baca Selengkapnya - PUZZLE

Sabtu, 08 Oktober 2011

PINANGAN

    Aku tinggalkan cangkangku malam ini. Akhirnya genap sudah hatiku meninggalkannya. Kutinggalkan kau dengan hangatnya bulir airmataku. Tak lagi kutengokkan mauku untuk kembali dan mengurungkan niatku padamu. Gegap penuh harap langkahku berjalan meninggalkan cangkang tuaku ini. Ada sedikit senyum yang terus terkembang didalam hatiku ketika langkah kaki membawaku makin menjauh darimu. Disana kau menungguku dengan kedua tanganmu yang luas merentang menantiku dalam pelukanmu. Sedikit kupercepat langkahku. Bukan kau yang memintaku untung meninggalkan cangkangku. Kau tidak pernah berkata satu patah kata pun ketika aku selalu menumpahkan semua airmataku dibahumu yang terus menerus menghangatiku dalam pelukan. Aku memelukmu kuat-kuat dan lebih lama dari semua pelukanku padamu sebelumnya. Sedikit kulirik binar matamu yang menyimpan sedikit kecemasan akanku malam ini. Tapi pelukanmu untukku benar-benar melumpuhkan semua kecemasanmu sendiri. Aku menelusup masuk jauh kedalam pelukanmu, dalam hatimu. Kaulah ujung yang kutuju selama ini, ujung paling akhir yang selalu kucari selama ini. 
    Kau bawa aku ke tempat dimana tiap malam aku ingin berada. Hanya satu petak kecil ruangan yang hanya berisi aku dan kamu. Kita memiliki tempat ini sejak 3 tahun yang lalu kita bertemu. Disini begitu banyak kenangan yang kita gantungkan dilangit-langit. Tak seluas cangkangku yang begitu luas tapi kosong. Disini hanya ada aku dan kamu. Kau dengan rokok diujung bibirmu, dan aku yang tak pernah lepas dari pelukanmu. Seakan kau tahu betapa berkecamuknya hatiku saat ini, tak sedikit pun kau tinggalkan aku dalam naunganmu. Kau tidak pernah menjanjikan apa pun padaku sejak mula kita bertemu. Tak pernah satu pun barang-barang pemberian yang kudapat darimu. Aku pun tak pernah meminta apa pun ketika kudapati dirimu selalu ada untukku setiap kumau kau ada. Aku tak pernah banyak bicara padamu, hanya ingin selalu ada dalam pelukanmu. Kaulah laki-laki yang terlalu mampu menelanjangi diriku tanpa pernah membuatku bercerita dalam banyak kata. Hanya matamu dan mataku yang berbicara sejak awal kita bertemu. 
    Lama berselang aku dan kamu hanya seperti ini, saling meringkuk dalam pelukan. Angin malam yang masuk dari jendela yang kau buka semalaman begitu membuatku terlena. Aku melihat jauh disana, sedikit bibir laut masih tersinari syahdunya rembulan. Itulah lukisan yang selalu aku dan kamu rindukan dari tempat ini. Kau usap selalu punggungku dengan jemari tanganmu yang lembut, 
"Antarkan aku kembali kalau memang apa yang kulakukan ini salah dan membebanimu,"
Tak satu pun jawaban dari mulutmu kudengar ditelingaku, hanya eratnya pelukanmu yang makin kurasakan. Airmataku terus menderas hangat disekalnya pipiku. Kau hapus dengan jemarimu. Begitu lembut semua gerak tubuhmu. Aku memelukmu. Aku tahu dimana tempatku sekarang berada. Aku mencintaimu bukan karena aku mengharapkan cintamu. Aku mencintaimu karena kau memperkenankanku mencintai dan memilikimu disaat-saat terburuk dalam hidupku. 
    Bagiku, cangkang tempatku berasal tak pernah menggenapiku sebagai perempuan yang istimewa. Aku tak pernah istimewa. Aku ada karena tidak pernah dimaui untuk ada. Adaku pun tetap membuat mereka tidak berkenan. Aku mendewasa tanpa sesiapa yang mengajariku arah yang harus kutujukan untuk melangkah. Aku kosong dan hitam yang tak terlihat. Pilar Kokoh dalam cangkangku tak pernah mendengar tangisku bahkan disaat atap cangkang tempat aku dan Pilar Kokoh itu berada, membunuhku perlahan-lahan hanya dengan hentakan-hentakannya yang tak pernah kuduga datangnya, 
"Kau bukan siapa-siapa, dan tak akan pernah jadi apa-apa!"
Semua adalah benarnya atap cangkang, dan Pilar Kokoh selalu menutup telinga atas semua titahnya. Aku terus merajuk dibawah pilar kokohku tiap dia begitu menjulang tinggi bagiku yang berdarah-darah memohonkan lindungannya. Dan berkali itu juga aku muntah darah dibuatnya. 
"Aku bukan pendosa yang tak harus selalu kau anggap tak ada. Aku ingin kau melihatku ada,"
Dan untuk kesekian kalinya Pilar Kokohku menganggapku tak pernah ada demi tunduk patuh Sang Pemilik Atap Cangkang. Cintamu yang teramat luas pada Atap Cangkang telah membawamu begitu jauh dariku, seonggok ketidakberartian dalam cangkang tempat kita bersama selama ini. 
    Sembah sujudku pada perlambang-perlambang cangkang hidupku tak pernah sirna. Tiap aku sejenak meninggalkan kalian, selalu kusampaikan salamku dengan lirih bathin. Aku tak boleh berkata-kata dan terlihat. Selalu berjalan membelakangi kalian dan tidak pernah boleh bersuara. Aku bisu dan mati. Kucari diriku yang tak ada didalam cangkangku diluaran yang gemerlap, ramai dan tak pernah sepi. Aku mencari Pilar Kokohku diluar sana. Aku mencari Atap Cangkangku dijalanan. Aku menginginkan kalian selalu ada meski haru kucari dan kudapatkan dari luar cangkangku. Aku menghebat bak pemenang lotere dirumah-rumah judi Las Vegas ketika Pilar Kokoh yang berkumis tebal menjilati batang leherku dan mengucap satu dua patah kata rindu dan sayang padaku. Aku menghangat lekat pada Cangkang Atapku diluaran yang selalu memeluk dan mengusap-usap kepalaku saat kuserahkan beberapa lembar uang kertas warna merah. Aku berharga dan berarti ada untuk mereka, Cangkag Atap dan Pilar Kokohku diluaran.
    Aku adalah aku yang hilang dan tak lagi mengenali siapa diriku ketika aku di dalam cangkangku dan diluaran sana. Didalam cangkangku, kerap aku menangis meronta ketika artiku tidak pernah diperkenankan ada. Diluar cangkangku, aku selalu tertawa lebar dengan mulut bau alkohol dan airmata berceceran yang tumpah ketika Pilar Kokohku menindihku dengan kelaminnya yang sangat menusuk kesepianku. 
"Aku bukan siapa-siapa, dan tidak akan jadi apa-apa,"
Magisnya sihir kata-kata itu terus terpatri dalam seluruh aliran darahku. Memintaku selalu teringat dan harus mengingat ketidakberartianku. Aku bukanlah apa-apa, bahkan saat kau menemukanku diselokan dengan muntahan isi perutku disatu malam dengan sekujur tubuhku yang penuh bekas tumpahan cairan kental para Pilar Kokohku. Kau meraihku, menggendongku ketempatmu yang sekarang kita tinggali. Kau membasuhku dengan air hangat, kau bersihkan sekujur tubuhku dan memakaikan selembar bajumu lalu memelukku begitu saja. Kau laki-laki yang membersihkan aku dalam ketelanjangan penuh noda tanpa menutup mata hatimu padaku. Kau yang memelukku disaat kau tidak pernah mengenal siapa dan bagaimana diriku. 
     Setelah malam kita pertama bertemu, aku tak pernah menahu kenapa pagiku selalu berakhir ditempatkmu ini. Mungkin aku terlalu mati dan terbunuh setiap malam menjadikanku pemburu hangatnya Cangkang Atap dan Pilar Kokoh. Kau tidak pernah menanyakan apa pun padaku, tidak pernah juga kau tinggalkan aku sedikit pun disini tanpamu. Sejak itu, aku terbiasa menangis dipelukanmu. Mencarimu diantara ketidaksadaran yang mengharuskanku kembali ke cangkangku. Aku terlanjur terbiasa mendapatimu tegak disampingku. Terlanjur mencandu hangat pelukanmu. Dan kau tidak pernah menolakku. Kau tidak pernah memintaku pergi, meski kerap gaun-gaun malamku yang compang-camping membuatmu jadi tertuduh dibawah mata mereka tiap kali kau raih aku dalam gendonganmu di nyaris tiap malam. Kau tutup telingaku rapat-rapat ketika beberapa batu mereka lemparkan ditempat kita sekarang saat malam-malam aku luluh dipelukanmu tanpa satu ikatan apa pun. Kau tidak pernah bergeming untuk siapa pun. Bahkan sampai ketika Cangkang Atapku diluaran membawa empat laki-laki berbadan kekar meninju sekujur tubuhmu di malam kesekian kau menggendongku, kau tetap memelukku tanpa airmata sedikit pun yang menetes dari matamu. 
"Aku mencintaimu mutiara hitamku,"
Bisik lirihmu itu yang kudengar persis ditelingaku ketika kau membekapku dalam pelukanmu ketika malam-malam begitu berat untuk kita lalui. Aku terlalu bodoh untuk mendengarnya diantara ketidaksadaranku, namu hatiku merasakan semuamu dalam hatiku. 
     Disinilah kita berada, disatu tempat yang membuatku memilikimu. Aku hanya ingin berada disatu tempat yang menerimaku apa adanya dengan semua kekuranganku akan cinta dan kasih. Aku tak menginginkan sesiapa pun disini, hanya dirimu...laki-laki ringkih yang tak pernah pandai bicara namun keluasan hatimu memberiku megahnya dunia untuk kutinggali. Aku tak akan pernah lagi mengharap kasihsayang dari Cangkang Atap dan Pilar Kokohku. Aku lelah untuk selalu mencari dan mengharap. Aku memilikimu. Memiliki sorot matamu yang meminangku untuk tetap kuat menjejak pijak tanpa harus mengotori diri sendiri, karena aku adalah aku yang kau maui dengan seluruh kotor, noda dan airmata tanpa kata hingga ujung takdir memisahkan kita. Akulah pengantin yang kau pinang ditiap malam kau gendong aku dalam mabuk kepayang akan esok kita. Akulah pengantin yang kau nikahi ketika bajuku compang-camping penuh noda para Pilar Kokoh dalam penyerahan diriku yang tak terbatas. Aku Mutiara Hitam yang kau pinang hanya dengan pelukan dan tanpa kata-kata. Dan aku bahagia.

Baca Selengkapnya - PINANGAN

Jumat, 07 Oktober 2011

DOSAKU PADAMU TAK PERNAH HABIS

Kesekian kali,
Aku mengingatmu dalam perih
Melamunkan lelah luluh keringatmu
Pejuang tanpa dosa yang kutinggalkan

Tiap kepingmu adalah dosaku
Sendiri kau disana tanpa lagi tanya tentang kita
Ringkih lusuhmu mencabik seluruh keakuanku
Kau tak pernah lekang untuk sepi-sepiku, tidak akan pernah

Biarlah kutenggelamkan dulu diriku
Tak berani lagi untuk menengokmu disana
Hingga kubawakan diriku yang dulu lugu kau rindui
Dan perkenankan sekali saja untuk terakhir kali,
Kucium jemari kakimu yang terus menapak sisa jejakku
Menelungkupkanmu lama-lama pada dadaku yang hangat
Pun membiarkanmu menangis keras untuk pecahnya rindumu
Karena hingga malam ini pun, dosaku padamu tak pernah habis




Khusus ditulis untuk IBPP : Kuta masih milik kita Yah!
Baca Selengkapnya - DOSAKU PADAMU TAK PERNAH HABIS

SATU MALAM DI JAKARTA

Terlunta untuk kesendirian
Menanya arti, untuk apa disini?
Pilu mengingatnya dari sini
Asap rokokku membiaskanmu

Setengah mulaku mati disana
Kaki-kaki murka menjejak tanpa akar
Senyap kusesap untuk satu malam
Ada sebagianmu disana yang kutinggal

Hari ini aku datang untuk meludahimu
Berbekal amarah dan keterpurukan
Keras ku injak-injak megahmu dengannya
Satu malam di Jakarta,
Teruntuk secuil dendam yang belum mau kupadamkan
Satu malam kembali untuk Jakarta,
Demi kudengarkan lagi kisah-kisah berdarahmu disana
Satu malam kuikat Jakartamu,
Hanya untuk melarung tunduk hati agar tetap perkasa
Aku pasti datang,
Satu malam di satu masa untuk Jakarta yang akan kusayat!
Baca Selengkapnya - SATU MALAM DI JAKARTA

BERNYANYI UNTUK HALILINTAR

Aku tak pernah bisa bernyanyi
Telingaku tak mengenal nada
Lagu bukan hal terindah dalam hidup
Kenapa aku harus bernyanyi?

Kalau gerimis begitu merdu
Aroma basahnya tanah sangat magis
Dan bisikan dingin terasa hening penuh khidmat
Apakah aku juga harus mulai bernyanyi?

Syair-syair indah itu tak kukenali
Aku tak akan rela hatiku menyadur lagu
Meskipun petik gitarmu menyayat sepi
Tidaklah perlu untukku bernyanyi

Aku halilintar sayang,
Tak butuh puja dan puji diujung bibirmu
Halilintar tak pernah bernyanyi
Sekalipun untuk lagu cinta terindah darimu
Baca Selengkapnya - BERNYANYI UNTUK HALILINTAR

KANGENMU DISAKU CELANAKU

Sewaktu kau bilang,
"I miss U my dear..."
Kusimpan kangenmu disaku celanaku

Sewaktu kau katakan,
"Aku sangat merindukanmu..."
Kumasukkan juga rindumu dalam-dalam di saku celanaku

Sewaktu kau bisikkan,
"Kangenku sudah keterlaluan sayang..."
Kusumpalkan rindumu itu masih didalam saku celanaku

Ketika rindumu tak pernah membunuhmu dihadapanku
Saat kangenmu tak juga menghadirkanmu di depan mataku
Kubakar saku celanaku itu dengan api panas yang membara
Baca Selengkapnya - KANGENMU DISAKU CELANAKU

CEMBURU ITU APA?

Tidak mendapatimu disini
Tidak memilikimu saat malam
Tidak menahu kau dimana
Tidak juga mengenal namamu
Lalu cemburu?

Jauh tak pernah terlihat
Atau terlihat tapi disembunyikan
Berisik tak juga terdengar
Atau terdengar tapi dibungkam
Lalu cemburu?

Kalau adamu tak pernah ada untuknya
Kalau maumu tak pernah jadi apa yang dia mau
Kalau senyummu tak pernah jadi muara pikirnya
Kalau nafasmu tidak pernah jadi nafas hidup bagi dia
Apakah sebenarnya cemburu itu, apa?
Baca Selengkapnya - CEMBURU ITU APA?

Kamis, 06 Oktober 2011

KATA MEREKA SAYA PELACUR

Kata mereka saya pelacur,
Karena saya yang memuaskan birahi suami-suami mereka
Karena saya yang membuat anak-anak mereka ingin bersetubuh
Karena saya yang membuat suami dan anak-anak mereka malas pulang

Mereka selalu bilang saya pelacur,
Karena ada aroma kemaluan saya diciuman suami-suami mereka
Karena ada celana dalam bekas saya dibawah bantal anak laki-lakinya

Karena ada nama saya ditiap lenguhan birahi dan anak-anak mereka yang orgasme

Saya dan selalu saya yang mereka panggil pelacur,
Bahkan ketika nyaris tiap malam suaminya mendobrak masuk pintu rumahku,
Menyumpal mulutku dengan kelaki-lakian mereka ketika airmata darahku menetes
Lalu mematahkan tulang-tulang sendiku ketika berkali-kali benda keras itu dipaksakan memasukiku

Tetaplah saya yang mereka panggil pelacur,
Saat anak laki-laki mereka melihat bapaknya menggagahiku  dengan tergesa-gesa
Tiba-tiba birahi saat bapaknya juga mulai memuncakkan arogansi kemaluannya padaku
Lalu laki-laki ingusan itu ikut menindihku persis dibekas tumpahan air beracun bapak-bapak mereka
Baca Selengkapnya - KATA MEREKA SAYA PELACUR

GANTIKAN AKU

Jadilah kuat seperti batu yang keras
Jangan pernah lelah lalu bersandar malas
Jadikan hantaman ombak itu sebagai alas
Jemputlah semua yang ada dikepalamu bak pegas

Kalau aku selalu diperlakukan kasar, bagaimana caraku untuk jadi keras?
Kalau selalu kelelahan, apakah aku masih pantas kau sebut pemalas?
Kalau aku berongga tiap kali terhantam ombak, kapan waktuku menjadikannya alas?
Kalau aku tak tahu bagimana, kapan dan siapa muaraku, apakah aku tidak naas?

Kupersilahkan, gantikan saja aku...
Baca Selengkapnya - GANTIKAN AKU

SETENGAH LINGKARAN

Pernah kucoba berlari melewati setengah awalku
Keras kutembus selaput tipis itu
Sulit, sangat sulit bagiku
Berurat otot pun kupaksa, tetap tak mampu

Sedari dulu, selalu begitu caramu melihatku
Setengah acuh saja matamu memandangku
Selalu kuingat matamu yang penuh jijik menghukumku
Salah...salah dan salah, kau berhasil mengikisku

Aku yang terkucur dari liang yang beku
Terlahir keras dan kaku
Terisi nafas hanya untuk lebam dan biru
Aku tak pernah utuh, aku hanya setengah lingkaran bagimu
Baca Selengkapnya - SETENGAH LINGKARAN

LALU

Pernah kusesap
Terserap
Tersingkap
Terkesiap
Lalu lindap

Kuulang lagi
Berarti
Berjanji
Berani
Lalu pergi

Tak lagi mau
Sendiri
Sepi
Sembunyi
Lalu mati
Baca Selengkapnya - LALU

GUNDAH

Dari awal yang kudengar hanya serapah
Kau bilang aku busuk
Tak pernah mampu menusuk
Sampai kini yang kuterima darimu masih amarah

Aku sekedar abdi untuk diriku yang perih
Kusulam tambal selalu luka ini
Meski berkali terlunta, terjatuh dan tersembelih
Hingga hari ini masih kubenamkan cintamu dihati

Sembilu melulu pilu
Sering kutepis meski harus bersimbah darah
Nelangsa selalu menemani haru
Nanar kutangkis berharap tak ada lagi gundah
Baca Selengkapnya - GUNDAH

NALURI DAN KUE SATU LEMARI

Kemari kesini
Dekatkan telingamu, kubisiki
"Ada teman baru namanya Naluri..."
Baru kukenal tapi sudah bukan bayi lagi
Kuperhatikan dia punya lesung pipi
Datang ke Jakarta baru enam puluh hari
Kudengar seluas nirwana Naluri punya mimpi
Langkahnya begitu kuat menjejak bumi
Sesekali kulihat dia menyanyi
Tak ada cinta yang dia maui
Semua yang dia cari harus dipenuhi
Peduli lacur mau ke kanan atau ke kiri
Jalan sudah tak mungkin jadi Naluri berlari
Besok lusa lebaran meneriaki Naluri
"Emak bapak mau kue lebaran satu lemari..."
Tak mungkin lagi berlari Naluri
Naluri jual diri...
Secepatnya harus ada kue satu lemari
Baca Selengkapnya - NALURI DAN KUE SATU LEMARI

HAMBAR

Benalu ini meradang dan makin menjalar
Menyadurkan benih rasa tanpa penawar
Dulu...dulu sekali pernah penuh kobar
Lambat laun perlahan terpendar dan pudar
Pupus begitu saja tanpa tawar menawar
Lelah kupinta cinta untuk tetap didalam pagar
Biarlah kau mengangkasa jauh dan jadi nanar
Entahlah esok kau kembali lagi karena tersadar
Atau malah terjebak nikmat dibarunya sangkar
Biar saja disini aku ada tanpa pijar
Tanpa lagi daya untuk berujar
Diam tanpa hati dan mata menikmati siang tanpa sinar
Biar kulihat kalian disana riang dalam cinta yang kurangajar
Kudoakan diriku sendiri kala suram membuatku tak lagi gentar
Redup dan menjadi hambar
Baca Selengkapnya - HAMBAR

Rabu, 05 Oktober 2011

GILA

Teriak bisa
Kelakuanmu busuk
Mampu atau gila?
Baca Selengkapnya - GILA

BIRAHI

Gerimis tiba
Memamah getar rasa
Kau harusnya ada
Baca Selengkapnya - BIRAHI

CEMBURU

Kumau kau mati
Lihat kau dengannya
Pergilah jauh
Baca Selengkapnya - CEMBURU

MEREKA ADALAH BAPAKKU YANG HILANG

Dia bapakku yang hilang,
Pelukannya seperti pelukan bapak
Matanya berisi dunia, itu mata bapak
Ciumannya di keningku sehangat ciuman bapak
Dia bapakku yang hilang!

Kau juga bapakku yang hilang,
Ceritanya tentang malam, persis cerita bapak
Tawa candanya yang pecah, senada tawa bapak
Royal uang jajan darinya, semurah hati bapak
Kau bapakku yang hilang!

Kau dan dia adalah bapakku yang hilang,
Bapak yang menusuk kemaluanku berkali-kali ketika Emak mati
Bapak yang mengajariku memuaskan kelaki-lakiannya dan membuatku tak berarti
Kalian adalah bapakku yang hilang,
Yang menunjukkan nilai lebihku ketika aku bisa membuat kalian mengerang garang
Yang menenggelamkanku pada lubang hitamnya malam sewaktu aku merindu kasih sayang
Mereka adalah bapakku yang mati kubunuh dengan belati ketika kalian memangsaku kala malam mulai  meremang
Baca Selengkapnya - MEREKA ADALAH BAPAKKU YANG HILANG

PISAH

Bertemu tanpa pinta
Tatap mata penuh sapa
Bertukar suara
Teraliri senyawa
Berdekatan karena cinta
Terbuai deretan asa
Berani sumpah pada Sang Maha
Terikat akad kala di gereja
Berjalan bersama
Terantuk goda
Pecah
Marah
Lelah
Pisah....
Baca Selengkapnya - PISAH

BUANG

Jangan tunggu dia menghilang
Sekarang saja, buang!
Untuk apa kau tunggu dia datang
Sudah kuteriakkan keras-keras, buang sekarang!
Empedu tidak akan bernanah kalau tidak selalu ditendang
Lemparkan sekarang, buang!
Selagi jantungmu berdenyut jangan kau hadang
Percuma, cepat buang!
Kau biduk renta yang lindap tiap ombak menerjang
Aku tahu sesekali kau bertemu buih yang mengajakmu terbang
Cuma buih, bukan gelombang pasang
Sedikit mengudara lalu hilang saat kau mulai riang
Buang!
Biarkan kau hanya biduk tanpa gelombang
Tak perlu kau terbang jauh kalau membuatmu hilang
Usah juga menunggu pelangi kalau itu membuatmu tak pernah bisa pulang
Baca Selengkapnya - BUANG

HAMBAR

Benalu ini meradang dan makin menjalar
Menyadurkan benih rasa tanpa penawar
Dulu...dulu sekali pernah penuh kobar
Lambat laun perlahan terpendar dan pudar
Pupus begitu saja tanpa tawar menawar
Lelah kupinta cinta untuk tetap didalam pagar
Biarlah kau mengangkasa jauh dan jadi nanar
Entahlah esok kau kembali lagi karena tersadar
Atau malah terjebak nikmat dibarunya sangkar
Biar saja disini aku ada tanpa pijar
Tanpa lagi daya untuk berujar
Diam tanpa hati dan mata menikmati siang tanpa sinar
Biar kulihat kalian disana riang dalam cinta yang kurangajar
Kudoakan diriku sendiri kala suram membuatku tak lagi gentar
Redup dan menjadi hambar...
Baca Selengkapnya - HAMBAR

SERONOK

Sore itu bertemu kita disatu pojok
Tukar kata berganti kalimat tanpa olok-olok
Kata kita, sepertinya hati kita makin terpojok
Besok yang berganti lusa membuat rasa kita bak tembolok
Kita bertemu tiba-tiba, secepat hati kita yang rontok
Rasa ini begitu seronok
Tak pernah diminta tapi semerbak dan cepat mekrok
Kalaulah selalu wangi dan tak akan pernah menyisakan borok
Biarlah tetap di hati ini, biar kubenamkan mentok-mentok
Selagi masih membuat kita bergetar, biarlah tetap seronok
Baca Selengkapnya - SERONOK

SEMENIT YANG KAU JANJI

Baru saja kau pergi
Katamu besok kau akan kembali
Hanya semenit saja tak sampai
Kutunggu disini hingga pagi
Mungkin ini semenit belum sampai
Ke sekeliling kucari baumu semalam yang kunikmati
Ini sudah hampir meninggalkan pagi
Mungkin ini memang belum semenit yang kau janji
Maka kuhibur hatiku dengan pelangi
Biasanya kau datang dari jalan disamping kiri
Sudah sore yang menghampiri
Tampaknya aku yang tak menahu kapan semenit yang kau janji
Apakah semenit itu akan berakhir olehmu yang dihatiku hakiki?
Ataukah semenit janjimu itu tidak akan pernah berhenti kunanti?
Semenit yang kau ikrarkan disini, dihati ini
Senantiasa kunanti hingga mati membuatmu berseru padaku yg menanti,
"Jangan lagi kau nanti aku, aku sudah mati...."
Baca Selengkapnya - SEMENIT YANG KAU JANJI

KATAMU

Katamu dulu,
Rindu itu indah
Karena katamu,
Aku bisa mengingat rasa pelukanmu yang megah
Masih katamu,
karena rindu aku bisa sumringah
Dan berkali lagi masih juga katamu
Rindu selalu akan mempertemukan kita di langit-langit kawah
Kunikmati semua katamu
Rindu membuncah
Pelukan ambigu
Rasa yang hampir pecah
Dan langit-langit kawah yang membiru
Semua katamu yang buatku pasrah
Meski gelisah nyaris membuatku mati seraya tertembus peluru
Selalu katamu yang membuatku melupakan amarah
Biarlah aku gila menyesap semua racun katamu seperti yang selalu kau mau
Baca Selengkapnya - KATAMU

PONGAH

Aku tak ingin lagi kau peluk
Sangat besar inginku ada dalam pelukanmu
Aku tak mau lagi cintamu yang busuk
Sedetikpun jangan kau kurangi rasa cintamu
Jangan lagi jadi bagian dari tulang rusukku
Akan tersesat sampai dimanakah jika aku tanpamu?
Jangan pernah memintaku lagi penuh bujuk
Aku ingin tetap kau pinta selalu jadi bagianmu

Semarah apa pun sosokku, jangan kau jauhi
Sebenci apa pun mulutku mengumpat, jangan kau sudahi
Sekeras apa pun teriakanku, tetaplah disini
Sekencang apa pun kakiku menjauh, tetaplah disisi kiri
Hingga sekali lagi aku menelan jengah
Hingga akhirnya aku terlalu lelah
Hingga kesekian kali aku kembali pongah
Dan hingga aku kembali pada awal yang kelak kutahu akan membuatku lagi-lagi berdarah
Baca Selengkapnya - PONGAH

Selasa, 04 Oktober 2011

BIANG RANGSANGAN

Sewaktu dia mencintaiku
Aku terangsang hebat
Sewaktu dia merinduiku
Aku makin mengerang
Setelahnya,
Aku diinginkannya amat sangat
Cintanya menghebat
Aku dimauinya teramat sangat
Rindunya menyengat
Akhirnya, 
Diriku punah pada abdi rasa cintanya
Sekujur tubuhku menggeliat terbuai lena
Aku terangsang
Sangat menggelinjang

Dia mendapatkan aku
Cinta hatinya yang kerap membuatnya terangsang
Rindu birunya yang selalu membuatnya melayang
Aku melekat erat pada tubuhmu
Cintaku terdalam, pembakar gairah penuh desah
Rindu haru, pelengkap pagi penuh peluh basah
Membara sewaktu terbakar gairah
Bergetar bersamaan di puncak mau yang tak syah
Ketika kami berpisah dengan biang rangsangan
Punggungmu menjauhi cintamu yang katamu kau rindui ini
Harap mauku bias melupa bau tubuhmu yang semalam kumaui
Kau kesana dan aku kesini
Meninggalkan selimut penuh basahan hangatnya keringat semalam
Cintamu dan cintaku hadir ketika kita sama-sama terangsang, kelamin bertarung, usai, lalu diam....
Baca Selengkapnya - BIANG RANGSANGAN

MUSIM TELANJANG

Dia telanjang!
Katanya aku juga harus telanjang
Semua mulai ikut-ikutan telanjang
Dia bilang,
"Ini musim telanjang, tak perlu pakai kutang,"

Kamu juga telanjang?
Kalau dia telanjang, aku juga ingin telanjang
Dia dan mereka, semuanya telanjang
Kamu bilang,
"Makin telanjang, makin menantang!"

Dia tidak pakai kutang
Kamu malah bulat-bulat telanjang
Mereka semua telanjang di musim telanjang
Kalau kamu, mereka dan kalian telanjang,
Siapa diantara dia, kamu dan mereka yang akan terrangsang?
Baca Selengkapnya - MUSIM TELANJANG

Senin, 03 Oktober 2011

HUJAN TANPA KENANGAN

Teras depan 
Ada hujan, ada lamunan, ada sebatang rokok
Kau hendak pergi
Matamu menutupi sesal
"Salah menusuknya dengan kehadiran..."

Kamar kost
Masih hujan, tv dan karpet tua warna kuning
Terburu menghalau gerimis
Binar matamu penuh tanya
"Aku hanya singgah sementara..."

Teras belakang
Gerimis, anggrek tanpa bunga, kursi plastik
Hujan jangan berhenti
Dia selalu ada saat hujan
"Sudah sempat kutitipkan rasa padanya..."
Baca Selengkapnya - HUJAN TANPA KENANGAN

MEMOAR LAKI-LAKI TANPA NAMA

Aku berlari penuh gontai
Seluruh isi kepala membuatku limbung
Kuseret jejak kaki dibelakang
Aku harus menemuinya!

Berkali aku tersuruk
Nyaris semua isi perutku tumpah
Merangkak pun tak jadi penghalang
Aku harus menemuinya!

Kau telungkupkan aku dibahumu
Berusap-usap kau tenangkanku yang terisak
Kau benamkan aku didadamu nan lapang
Berangsur tenang membuat nafasku kembali

Selalu padamu aku berharap diam
Terlelap bagai bayi yang damai pada naunganmu
Selalu padamu tiap riak memendamku
Laki-laki tanpa nama yang selalu menghidupkan aku
Baca Selengkapnya - MEMOAR LAKI-LAKI TANPA NAMA

AKU BISA MELUDAHIMU!

Kata waktu,
Tetaplah menunggunya
Dan dengarkan kalimat terakhirnya
Kubiarku ragaku diam dan membisu

Kata rasa,
Biarlah tetap menyala
Dan nikmati  kehadirannya
Kurelakan hatiku menunggu dalam asa

Kata benci,
Lupakan semua tentangnya
Jauhkan jiwamu dari panasnya yang membara
Lantas mulailah belajar untuk meludahinya dengan caci maki

Dan ketika rasa mempertemukan waktu dengan benci...
Aku sedang tak ingin mengencingimu dengan airmataku
Aku juga tak kunjung mau menghadirkanmu lagi dalam mimpi
Biarkan aku kultus menyerapahimu dengan dendam, "Aku bisa meludahimu!"
Baca Selengkapnya - AKU BISA MELUDAHIMU!

SEMBUNYIKAN AKU

Lipat aku disana
Jangan sampai terlihat
Tutupi aku
Serapat-rapatnya
Makin malam makin pekat
Jauhi aku
Tinggalkanku sendiri disini
Kembalilah menjauh
Tengok aku lagi besok
Biar gelap milikku
Sibuk kuhibur nelangsa
Menikmati airmata
Lelah lagi...
Disembunyikan
Tiap malam tak berarti
Bintang bukan pelita
Sembunyikan saja aku,
Hingga usang dibunuh waktu
Ada hanya dikala kau mau aku ada
Tak pernah ada tiap kumau kau ada
Sembunyi,
Jangan terlihat
Tak perlu ada
Baca Selengkapnya - SEMBUNYIKAN AKU

KEDUA

Kutanya ketika kau memelukku,
"Sedamai ini jugakah kau memeluknya?"
Begitu menghangati relung jiwa
Sangat kuat dan melumat liat tubuhku

Kucari jawabnya pada ekor matamu,
"Seteduh itukah matamu menatapnya?"
Bersinar merenggut semua gelap
Sekelumit pandang, meluluhkan semua sendi

Kuingin menahu sampai dimana getaran itu,
"Seritmis itukah kau mencintainya?"
Bagai hening mengkultuskan segala puja rasa
Sebegitu dekat dan menyesatkan akal sehat

Seerat itu kau memeluk
Sehangat itu matamu mengayomi
Pun sekultus itu kau mencinta
Aku bukan ada setelahnya, aku tak pernah mau jadi yang kedua
Baca Selengkapnya - KEDUA

Minggu, 02 Oktober 2011

MALAM KETIKA AKU MELACUR

Aku melacur di kegelapan
Persis ketika kau meninggalkanku sewaktu petang
Sewaktu kau meremas pantatku dan berbisik,
"Malam ini giliran yang dadanya menggemaskan,"

Aku melacur di kesepian
Tepat di heningnya malam tanpamu di dekatku
Saat kau menyetubuhiku dengan kata matamu,
"Malam ini  aku mau digigit yang berisik,"

Aku melacur di kedinginan
Ditengah-tengah waktuku tanpa selimut malam
Sesaat setelah birahimu memuncak dalam racauan,
"Malam ini aku menginginkan yang legit,"

Dadaku tidak menggemaskan
Birahiku tanpa desah berisik
Muara nikmatku pun tak legit
Siapa yang kau kangkangi sewaktu kau menyetubuhiku?
Baca Selengkapnya - MALAM KETIKA AKU MELACUR

ILALANG

Kupandang kalian dari sini
Dari balik kemuningnya ilalang
Kau yang terlepas
Kau yang menjauh
Kau yang hilang

Kalian yang membuatku,
Ingin bahagia tapi tak pernah memberiku bahagia
Kalian yang membuatku
Ingin dicinta tapi tak pernah membuatku dicintai
Kalian punggung-punggung angkuh dari balik ilalang

Kupandang kalian dari sini
Dari begitu banyak tanya tanpa jawab
Kau, apakah kau mengingat siapa aku?
Kau, pernahkah kau merasakan adaku?
Kau, beratkah kau meludahi mukaku?

Ilalang...
Meninggilah lebih tinggi
Sembunyikan aku
Menyanyilah untukku syair-syair syahdu
Simpan aku dalam kemuningmu, biaskan aku
Baca Selengkapnya - ILALANG

36 TAHUN KEMUDIAN

     Kurapatkan selimut tebal ke pangkuanmu. Kuperiksa dan kurekatkan ulang kancing sweater hitammu yang selalu tanpa sengaja kau mainkan dan terlepas sewaktu kau mulai melamun membuang tatapanmu pada rapatnya pepohonan dikaki bukit nun jauh disana dari teras belakang rumah. Sering sekali kita duduk berdua dibangku tua ini berjam-jam lamanya dalam pelukan lama dan hela nafas penuh syukur dalam tenangnya keheningan hati kami masing-masing. Kau usap lengan kananku begitu lebut dan ritmis ketika aku merajuk manja pada pelukan dalam sandar kepalaku dibahumu yang kurus dan renta. Sesekali kita bercerita tentang rusa yang kadang terlihat muncul sebentar dari lebatnya pepohonan diluar sana. Kerap juga kita bersenandung lirih syair-syair lagu-lagu lawas yang kita gemari sewaktu  36 tahun yang lalu kita ditempat yang berbeda. Kita tak pernah lepas berpelukan sejak akhirnya kita bertemu lagi 7 tahun yang lalu.
     Kami teman lama yang sudah saling kenal sejak kami sama-sama sudah cukup umur dan matang sebagai manusia dewasa. Meski sebelumnya kita tidak pernah bersinggungan di satu lingkungan dan komunitas yang sama, tapi entah mengapa, saat kita bertemu waktu itu, kita seperti sudah sangat mengenal satu sama lainnya. Mungkin karena kita berasal dari satu kota kecil yang kemudian bertemu tanpa sengaja disatu kota yang sangat berisik dan penuh pendatang. Sehingga obrolan dalam bahasa daerah yang kami gunakan begitu cepat mengakrabkan kami. Sewaktu itu hanya tiga kali kami bertemu dalam waktu tak lebih dari satu bulan. Setelah itu kami tidak pernah lagi bertemu. Kontak hanya kami lakukan lewat email dan sesekali chat diujung-ujung waktu yang kami curi dari rutinitas. Kami adalah dua kutub berbeda yang sangat bertolak belakang. Dari awal kami bertemu, aku benar-benar merasakan bahwa duniamu dan duniaku sama sekali berbeda. Hal itu juga mungkin yang membuat kami begitu dekat, bahwa perbedaan kami memberikan ketertarikan pada masing-masing untuk saling mengetahuinya, hingga perbincangan apa pun yang terjadi selalu sepertinya tanpa ujung. 
     Aku hanyalah perempuan kuno yang sangat tertutup, hidup dengan pikiran dan pendapatnya sendiri demi satu idealisme yang mungkin buat sebagian orang lain begitu mengerikan. Sedangkan kau laki-laki yang begitu terbuka, sangat supel, banyak teman dan banyak punya kegiatan diluar rutinitasmu. Kau laki-laku yang disuka banyak perempuan. Dan kau laki-laki yang juga menyukai banyak perempuan. Sedangkan saat itu, aku mulai menggeser laki-laki dalam prioritas hidupku. Kau tinggal di kota besar yang dikanan kirimu semua haram bisa dihalalkan. Dan kau disana, didalamnya. Seringkali kau ceritakan malam-malammu dengan perempuan ini dan perempuan itu padaku yang terus saja terheran dan selalu heran dengan hidupmu yang bagiku terlalu ramai itu. Tiap kau bercerita dengan berapi-api tentang berisiknya hidupmu disana dengan semua teman perempuanmu, tiap itu pula hati kecilku  teriris dan miris. Lebih baik aku tidak menikah kalau harus menikah dan punya suami yang kelakuannya sepertimu. Tapi tiap itu pula kau mentertawakan aku sambil mengataiku dengan sebutan macam-macam yang membuatku berang. Kalau sudah di ubun-ubun kesalku padamu, aku selalu meneriakimu di telepon, 
     "36 tahun lagi, kalau tidak ada satu pun perempuan yang mau merawatmu, kalau kau sudah tidak lagi bisa memuaskan perempuan-perempuan itu dengan dengkulmu, cari aku! Aku yang akan menikahi, merawat dan menemanimu sampai kamu mati dipelukanku,"
     Begitu saja perkenalan dan pertemanan kami sampai sekian puluh tahun kemudian berlanjut tanpa ada pertemuan lagi. Kau sibuk dengan kariermu yang menjulang tinggi hingga jarang lagi kita bertemu dalam obrolan dan canda dalam maki dan tawa. Sesekali kudapati wajahmu di telivisi tentang perusahaan yang kau besarkan dengan jerih payahmu. Tak jarang sesekali kau sempatkan menelponku sekedar untuk mengolok-olokku yang masih sibuk dengan mimpi dan idealismeku sendiri. Tapi hanya dengan hadirmu yang hanya sesekali di telpon, sesekali di chatbox dan sesekali di email, kadang aku dapatkan semangat yang entah datangnya dari kalimatmu yang mana. Kau selalu penuh dengan tawa sindiran padaku yang seketika itu juga bersungut-sungut menolak semua tuduhanmu padaku, 
     "Cepat raih itu mimpi, 36 tahun lagi itu tidak lama. Kalau tidak juga kau pegang mimpimu itu, siapa yang akan menikahi, merawat dan menemaniku sampai datang ajal yang katamu menakutkan buatku itu?"
     Dihati kecilku, ingin juga aku seperti kau yang bisa sebahagia itu menikmati dunia. Selalu tertawa dengan lepas, semuanya terlihat begitu gampang dan mudah bagimu, semua ada ditanganmu. Mungkin benar katamu, aku hanya perempuan kampung yang terlalu serius menjalani hidup.Tapi aku tetaplah aku, begitu juga dengan kau. Garis hidup menakdirkan kita untuk menjalani semuanya dengan apa yang memang harus kita jalani. Diantara kerasnya perjuangan hidup yang kujalani, sesekali aku merindukan sosok seorang laki-laki pelindung. Adakalanya airmata tumpah begitu saja. Tapi entahlah untuk apa kau diciptakan buatku. Tiap kali aku merasa jatuh, tiap itu juga kau selalu melintas dalam pikiran. Aku hanya ingin mendengar suaranya. Aku ingin ikut tertawa seperti kau. Hingga begitu saja jemariku mengambil telpon genggam dan memanggil nomornya. Kau selalu angkat teleponku sekalipun kau sedang ditengah rapat dewan direksi. Meski yang sering terjadi adalah kau angkat teleponku saat kau diatas tubuh perempuan-perempuanmu. Dasar laki-laki yang menjijikkan! 
Kau juga begitu, sesekali kau menelponku diwaktu-waktu yang tidak kuduga. Di waktu-waktu yang aku tidak sedang ingin mengetahui khabarmu dalam bentuk apa pun. Kerap sekali begitu yang terjadi, entah kenapa, aku bisa membencimu begitu sangat meski aku jarang sekali bertukar khabar denganmu. Dimataku, kau memang laki-laki dari jenis yang sangat kubenci, laki-laki yang begitu buruk memperlakukan perempuan atas dasar suka sama suka, butuh sama butuh, mau sama mau atau apalagi yang dulu pernah kau ceritakan padaku. Meskipun diseberang sana suaramu terdengar agak beda dari biasanya, tanpa tawa lepas yang selalu jadi ciri khasmu, kalau memang hatiku sedang membencimu, aku tak pernah terlalu dalam menanggapi telponmu. 
     "Buang saja mimpimu itu. Bagaimana kalau 36 tahunmu itu kutawar jadi 16 tahun saja? Itu berarti 2 tahun lagi, maukah perempuan kampung? 36 tahun terlalu lama buatku,"
     Hatiku memang keras, tapi rasa sayangku padanya lambat laun juga begitu mengeras. Pernah diantara satu waktu, ketika kudapati berita kecelakaanmu disalah satu ruas tol dikotanya yang ramai itu dari salah satu koran nasional. Kubaca betul-betul berita itu. Hatiku hancur berantakan mendapati beritamu dengan gambar mobil sedanmu yang rusak parah dibagian depan. Kucoba menelponmu tapi semua nomormu tidak aktif. Seharian itu aku menunggu beritamu ditelevisi. Pasti ada beritamu disana, karena kau memang laki-laki yang cukup terkenal dikotamu dan negara ini. Betul...kudapati beritamu disana, dengan informasi sangat lengkap dari seorang perempuan sangat cantik dan sangat berkelas. Entahlah siapa dia, yang dilansir stasiun berita itu dia adalah "si Nona bla bla" dengan keterangan dibawahnya "Kekasih Direktur Perusahaan bla bla." Langsung kumatikan siaran berita itu. Tentu saja, kenapa aku harus mengkhawatirkannya, tak mungkin kau terlantar disana. Aku memang bodoh.
     Sekian puluh tahun berikutnya kami hanya dua orang dalam pertemanan yang timbul tenggelam. Khabar tidak datang seperti dulu, hanya seperti formalitas saja, cukup lewat sms atau email. Aku pun tak pernah lagi mencari tahu tentangmu entah itu dari berita di televisi, koran ataupun infotainment. Aku merasa kau tidak penting untuk hidupku. Dan pastinya kau juga begitu karena disana selalu ada yang memperhatikanmu dengan baik. Kamu berjalan masing-masing dengan apa yang mau kami dapatkan dalam hidup kami masing-masing. Hingga akhirnya persis di 36 tahun kemaudian sejak aku mengumpatnya ditelepon kudapati emailnya. Saat itu kami berumur 66 tahun. 
     "Perempuan kampung, ini sudah 36 tahun kemudian yang kau janjikan. Aku mencarimu,"
Tersentak aku dengan sebaris saja kalimatnya di inbox yang rutin kubaca tiap pagi begitu kopi pahit sudah terseduh dimeja kerjaku. Ah, apalagi yang dia mau ini? Berkali-kali kubaca lagi emailmu.Seharian itu aku memikirkan apa yang ada dikepalamu waktu kau menulis email itu. Sampai semua berantakan dalam pikir ketika kau menelpon. Entahlah, ini sudah saat yang sangat lama sekali sejak kami tak pernah lagi bertukar khabar, mungkin sudah 13 tahun berselang. Apa yang terjadi selama itu denganmu hingga kini kau mencariku. Aku hanya mengangguk-angguk saja sewaktu mendengarmu berbicara dari seberang. Yang kutahu, malam ini kau hendak berkunjung kerumahku. Bagaimana kau tahu rumah ini? Kau tidak pernah bertanya sedikit pun tentang rumah ini padaku. Kau tidak pernah sekalipun menanyakan hal lain tentangku selain cemoohanmu padaku, perempuan kampung yang kau kenal dari dulu hingga kini yang masih sangat kampungan bagimu. Ini benar-benar sangat aneh. Kau akan datang menemuiku setelah 36 tahun kami tidak pernah bertemu sekalipun dan setelah 13 tahun kontak terakhir yang kita lakukan. Seketika aku limbung. Ada apa ini?
     Kau masih tampak gagah meski tubuhmu terlihat lebih kurus. Rambutmu yang 36 tahun lalu kulihat begitu hitam dan lurus, kini sudah keabu-abuan. Kau berjalan dengan bantuan tongkat kayu dengan agak tertatih. Dandanmu masih saja membuat perempuan jatuh hati. Perempuan? Kami sudah sama-sama tua, sama-sama 66 tahun! Aku mempersilahkanmu masuk tanpa banyak kata. Tapi kau tetap saja seenaknya begitu, masih seperti kau yang dulu, langsung masuk begitu saja hingga tembus ke teras belakang dan duduk dibangku yang menghadap lebatnya pepohonan dibawah kaki bukit nun jauh disana. Aku mengikutimu dengan bersungut-sungut, dasar laki-laki sinting.
     "Aku terima pinanganmu hari ini. Aku suka teras belakangmu. Temani aku tiap aku duduk disini sepanjang waktu. Sini, kemarilah...aku sangat merindukanmu,"
    Sejak kedatangannya setelah 36 tahun kami tak bertemu hingga kini, 7 tahun setelahnya, kau selalu terduduk begitu lama diteras belakang rumahku, bukan...rumah kami. Seperti juga yang kau katakan dari awal kedatanganmu, kau selalu minta kutemani berlama-lama duduk disini hanya memandang lebatnya pepohonan diluar sana. Pelukanmu begitu hangat, aku tenang dalam rengkuh pelukanmu. Tak pernah lepas jari jemarimu mengusap lengan, kepala dan juga punggungku ketika aku bersembunyi dalam pelukanmu. Aku merasa, inilah mungkin ujung mimpi yang selalu kukejar tanpa lelah seorang diri. Memang inilah yang kumau. Rasa damai dan tenang itu tak pernah kudapati dari semua penghargaan akan kemampuanku yang diakui dunia. Rasa ini begitu syahdu menyelimuti bilik hatiku, kau begitu menenangkanku. Kau bukan lagi laki-laki yang dulu selalu membuatku marah, benci dan emosi tanpa alasan yang jelas. Kau pelindungku. Kau laki-laki yang menggenapiku. Kau memang ujung mimpi yang kucari selama ini.
     "Aku mencintaimu sejak pertama aku bertemu denganmu. Perempuan kampung yang keras hati dan maunya, perempuan yang kumaui sedari 36 tahun yang lalu. Aku mencintaimu tanpa pernah melepasmu sedikit pun dalam ingatanku. Sebusuk apa pun aku dimatamu, kau muara mimpiku. Jangan lagi kau teriakkan 36 tahunmu yang lalu, kalau selama 36 tahun kemarin kau begitu menyiksaku dalam tunggu dan harapmu untuk bisa memelukmu seperti sekarang...." 
Baca Selengkapnya - 36 TAHUN KEMUDIAN

Sabtu, 01 Oktober 2011

SENDIRI

Bersimpuh ujung-ujung lelah ini disatu cekat malam
Gemerlap lampu kota tak lagi membuatnya menyala
Tersudutlah satu detak lambat jantungnya
Satu ke depan, beberapa kemudian mundur ke belakang

Malam begitu menyilaukan
Siang teramat mematikan
Keringkan kucur darah dengan hitamnya jelaga
Biarkan menghitam legam seperti fitrah sulang

Tak mungkin lagi bereaksi dengan aksi
Durasi sudah menggilas semua ikhlas pada buritan kodrat
Menunggu atau ditunggu, apakah perlu?
Menepi pada sunyi-sunyi malam tanpa bunyi, bisu sendiri
Baca Selengkapnya - SENDIRI

TEMPAYAN

Pulang kita berteman cekat dinginnya malam
Tindas saja semua mau dengan ketidakmauanmu
Panaskan bara api dalam hati yang tadi dipaksa diam
Pahit memang, sesap saja biar tunai maumu

Rebus semuanya tanpa pemanis
Biarkan pahitnya membuat malam-malam kita benderang
Wahai pemilik siang, pernahkah kau tahu malam-malam kami yang teriris?
Secangkir kopi pahit selalu mengingatkan, "Malam saatnya kita terbang,"

Setiap malam kerap mendekatkan angan dengan bau kakus
Melulu tentang cinta yang terputus dan mimpi yang berkhianat
Lalu sepi membuat rindu akan cinta kekasih yang tulus
Malam pun mengingatkan mau yang dulu masih begitu menyengat

Kini tawa hanya sesekali mengobati lelah
Tulus sudah bukan lagi keharusan
Semua ricuh berpolah dan mengupas kulit demi jadi bedebah
Tidak lagi ada permisif bagi pelayan, kalian semua tempayan
Baca Selengkapnya - TEMPAYAN

SEDERHANA

Aku hanya ingin berteduh di dekatmu
Tak ingin kumendengar esokmu untuk kita dengan segala
Aku hanya ingin kau lindungi dalam pelukmu
Tak perlu kau ajak aku menatap gemerlap dunia
Aku hanya ingin kau benamkanku dalam hatimu
Tak perlu kau bunuh waktumu demi menjadi laki-laki dengan mahkota

Aku hanya ingin kau hela nafas teraturmu didekat telingaku
Agar aku bisa meraba halus punggungmu yang lelah mengunyah dunia
Aku hanya ingin kau sandarkan kepalamu pada dadaku
Agar aku bisa mengusap halus keningmu yang kerap penuh nelangsa
Aku hanya ingin memelukmu selalu dalam dekapanku
Agar aku bisa membuatmu terlelap dan selamanya melupa usia

Renta sudah kita berkejaran dengan surga drama dunia
Berpeluh puluh waktu sudah kita bunuh untuk jadi pelakon semalam 
Terkadang cinta dan kasih yang indah kita letakkan dulu jauh disana
Demi untuk sekelumit waktu mencoba peran utama lalu tenggelam
Kita disini, mencoba memberikan lagi ruang untuk cinta
Tidak lagi penuh pinta, hanya ujung bulat yang genap sederhana dan terdiam
Baca Selengkapnya - SEDERHANA

INI PUISI YANG KAU MINTA

Puisi tentang kita yang terputar oleh waktu
Dijauhkan dari angan tentang indahnya cinta
Merindu dicintai dan mencintai tanpa sendu
Tapi malah terpelanting jauh oleh sakitnya cinta

Ada kala malam-malam diujung lelah kita satukan
Tak lagi ada daya upaya untuk mengharap rasa
Sekedar ingin menjadi benar tanpa harus dibenarkan
Hanya melewati waktu lamat-lamat hingga kiamat

Kehilangan kita yang mempertemukan kita
Dia-mu dan dia-ku yang menjauh dan mencemooh kau dan aku
Mencintai tanpa dicintai memperkenankan kita berjumpa
Untuk kembali lagi bercumbu mengingat rasa yang kita rindu

Puisi ini entahlah kelak akan berakhir seperti apa
Yang kumau, mencintaimu tak lagi berarti menyanderamu
Menyayangimu juga tak akan lagi membuatku takut untuk terluka
Tepat didalam hati dengan hanya setitik sinar yang tersisa, aku mencintaimu

Ini puisi tentang kisah rasa kita yang kau minta padaku
Kata-kata terakhir yang kusemat pada matamu yang tak pernah kulihat
Tetes airmata penutup segenap rinduku pada absurditas peluk hangatmu
Ini puisi yang kau minta ketika kuingin melupa namun semakin hebat kumencintaimu
Baca Selengkapnya - INI PUISI YANG KAU MINTA