Senin, 29 Agustus 2011

AKU DAN DESEMBER KALA ITU

Seperti tamu kau datang dalam hati ini.
Kutemani berbincang ala kadarnya.
Hanya secangkir air putih yang kupersilahkan.
Tak apa katamu,  
"Aku nyaman denganmu..."
Waktu menggesermu berlalu sejenak dariku,
"Aku ingin selalu bisa ada dekat denganmu..."
Lelah pun kau bunuh malam denganku.
Sesekali berkisah temanmu yang nyaris mati.
Esok kau ceritakan tentang muka magicjar yang selalu membuatmu tersenyum tiap terbangun tidur.
Beberapa pelukan seperti sudah harga mati untuk cinta kita.
Seperti sudah saling menyatu, kau dan aku padu.
Kita saling mencintai...
Aku mengingat semua sebaik kuingat bagaimana kau mencintaiku.
Bahu ini masih bisa kau sesaki dengan manjamu yang selalu membuatku luluh.
Hujan pun pernah kita bunuh dengan sendu,
"Biarlah hujan diluaran, aku masih ingin memelukmu..."
Kau tinggikan aku tepat disaat aku tak pernah menatap diriku setinggi itu.
Kau bagai empedu yang membuatku mencandumu tiap musim.
Lalu kuingat musim itu berganti begitu cepat.
Terlalu banyak yang kulewati tanpamu di tapal batas penantian.
"Aku tak disini lagi, aku sendiri..."
Tetap kau terdiam kaku tak pernah lagi membuatku merasa ada.
Kutinggalkan kau dengan harap, ada dirimu diujung sana melarangku beranjak.
Dan itu pun berlalu...
Beratus kilometer kusesap habis dengan bergalon-galon airmata.
Kutangkup erat-erat kau dalam hatiku,  
"Jangan pergi....Jangan pernah pergi dariku"
Akan kubiarkan kau disana sendiri mencari harga dirimu.
Tak akan lagi kuminta kau sibukkan dirimu atas diriku, tak akan.
Mengangkasalah laki-lakiku...ambil semua terang yang bisa membuatmu benderang
Ambil dan tinggalkanlah aku, meski entah kapan kau akan kembali atau tidak akan pernah sama sekali.
Kita berada disisi yang berbeda sekarang, kau nun jauh disana, dan aku menjauh darimu.
Biarkan sesekali kuusap pungggungmu dari belakang sekedar untuk menyayangimu dari bilik terjauh hatimu.
"Aku masih akan menggeruskan obat untukmu, selalu tiap kau sakit dan lemah..."
Kala malam-malamku berharap kau balas rinduku,
Kala rindu-rindu menjadi begitu membuatku rapuh,
"Sempatkanlah sesekali memelukku dari sana...sekali saja..."
Saat-saat begitu waktu cepat sekali berganti segala macam yang tidak pernah kau dan aku inginkan,
Saat-saat begitu banyak kehilangan dan kebaruan yang makin membuat kita berbeda,
"Datanglah kapan pun kau mau, datanglah padaku..."
Rasaku mungkin sudah tidak lagi seperti dulu.
Mungkin juga rasamu sudah tak ada lagi untukku.
Tak apa...
Ruang kita masih selalu ada dalam benakku yang pernah kau tancapi rasa dengan begitu dalam.
Datanglah.
Akan kupersilahkan lagi secangkir air putih untukmu.
Kubalas semua ceritamu tentang temanmu yang nyaris mati, tentang magicjarmu yang lucu dan tentang apa saja yang ingin kau muntahkan padaku saat esok kau datang lagi padaku.
Semoga hujan membawamu kembali membunuh malam dengan berpuluh-puluh menit dalam pelukanmu yang menyesali setumpuk rindumu padaku yang dulu kau ingkari.
Semoga kelak aku bisa menemanimu dalam perjalanan panjang dengan berlama-lama dalam tawa yang ingin kumatikan saat perjalananku meninggalkanmu hanya menyisakan airmata bak air bah.
Saat-saat semua menjauh dari apa yang kemarin begitu membuat kita sibuk dengan ketidakmautahuan.
Saat-saat begitu banyak keinginan yang terlalu cepat menjauhkan kita dengan begitu keramat.
Aku disini...disisi yang berbeda denganmu.
Mungkin akan jadi orang yang berbeda dengan orang lain yang berbeda pula disampingku.
Tapi tetap akan kusisakan satu dua malam denganmu untuk sekedar memelukmu lama dalam rasa cinta yang tak akan pernah kusisakan buat siapa pun selain dirimu.
Apa pun dirimu dan diriku kelak, janganlah lagi menelan malu dan ego untuk pagar rasa yang pernah kita punyai Desember kala itu.
Hilangkan semuanya saat kita bertemu lagi...
Robohkan semua ketidakmauan dan biarkan kita menjadi padu kembal menyabung kenangan dengan rasa yang lebih dewasa dan membahana.
Aku dan Desember kala itu, masih akan selalu memberimu ruang untukmu.


p.s
Aku masih mencintai keterhilanganmu
Baca Selengkapnya - AKU DAN DESEMBER KALA ITU

KEPADA AWAL YANG MEMULAI LIKU LUKANYA

Semua berawal dari apa yang pernah dirasakan dalam bisik hati yang hanya diketahuinya sendiri. Tak ada luka yang mengguris hatinya saat itu. Tapi bisikan hati itu menguat seketika itu saja. Bahwa luka yang pernah diingkarinya cukup hanya sekali saja dirajamnya dalam takdirnya. Apakah salah kala sakit begitu menderanya, lingkup hatinya yang masih tegar melindunginya sekeras batu dari apa yang mungkin akan datang lagi menghentaknya.
Dan ditutuplah mata hati dan genderang telinganya dari semua candu yang mencibir bangga dalam kebahagiaan semu tanpa penawar. Namun ukiran takdir tak pernah bisa membuatnya menghindar kala satu persatu kisah penuh kiasan hadir mengajaknya tersenyum. Berat sekali senyum itu dilukisnya dalam bibirnya yang tak banyak bicara. Kunikmati. Kucoba meraba indah janji yang ditawarkannya dalam liku laku yang membuatnya terbeliak.
Candu itu pun melenakannya. Membuatnya tinggi dalam juntai asa penuh harap dengan segenggam mimpi dalam jalinan erat yang dirajutnya bersama doa. Tak inginnya membuat kisah tanpa rasa yang tak bahagia. Nelangsa pun dijauhkannya dalam langkah demi waktu yang menghadirkannya. Mengabdilah dia dalam setia. Membangkitkan semua indah dalam mahkota hari-harinya.
Waktu berdetak kesana kemari hingga masa itu datang. Dan awal itu mencarikannya akhir. Apa yang pernah dirangkumnya dalam jumput-jumput harap yang makin membumbung ke angkasa, menegaskannya dalam akhir yang tak pernah membuatnya yakin bahwa ujung semua asanya adalah kesendirian yang membekukan hatinya.

Awal selalu menyisakan akhir.
Kala semua berawal dalam sebuah keluguannya yang gagu, terambillah semua yang pernah diharapkan waktu dalam ukiran takdir.
Dia tak pernah menyesal untuk mengawali semua dengan keriaan dan kesetiaan manakala tak semuanya mampu membuatnya meraja hingga ujung renta. Tapi dia terus bertanya dalam janji yang pernah disematkan padanya, "Apakah awal selalu membawa luka karena lakunya ?"
Baca Selengkapnya - KEPADA AWAL YANG MEMULAI LIKU LUKANYA

SATU ODE PADA LABIRIN

Tengah malam,
Pada saat dera lelah membuatmu jengah dan resah, kau ingatku. Kau bisikkan sapamu, “Deru mesin itu terlalu sepi untukku tanpamu..”

Tiap menit yang berisik,
Aku sedang...aku akan pergi...aku ingin...aku tidak menyukai...kau untukku...hanya untukku...rindumu untukku...cintamu untukku, penuh denganmu,
“Semua akan kulawan demi engkau yang berharga untuk senyum lepas kita..”

Bibir Kuta pada dini hari,
Kita duduk berdua disana, diantara begitu banyak kebahagian pada mereka yang bersuka berteman deru manja ombak Kuta dan keremangan malam yang menggairahkan. Dan kita disini berdua. Berdekatan tanpa kata dalam aura kita yang saling berbincang,
“Aku sangat mencintaimu tapi kenapa adat begitu mengikat kita ?”
Tak rela kau tersakiti dan pergiku pun berteman ciummu pada bibirku yang nelangsa,
“Kalau saja kita tangguh untuk memutus belenggu ini, aku rela kau pasung..”

Ibu resah melihat sedu sedanku,
Pernyataan yang tak juga lelah kucari jawabnya itu akhirnya membuatku kembali terjerembab pada kursi empuk ini lagi dalam perjalanan panjang tanpa peluk dalam harap bahwa datangku salah lagi,
“Berjuang ya, aku akan menunggumu..”

3 bulan yang klenik,
Menyapa dengan segenap rasa yang menemukan tenang pada kisah kami yang labil. Tak nyana namun terbantah karena kebiasaan itu mencandu rindu,
“Akan kutinggalkan semuaku disini demimu..”

2 minggu yang teringkari,
Orok...msh setitik, tapi dia berdenyut dengan bisikan rasamu yang melenakan di tiap pagi yang dingin. Namun ada yang berlari bersamamu saat kau menghampiriku. Dia yang kau damba tapi sakitmu untukku,
“Yang kemarin tak pernah ada karena kau ada untukku kini..”

Lugu yang menyayat,
Mengenalnya saat cinta tak pernah menyapa hatinya. Keraslah tuturmu meski tolerir terus mencoba menyangkalmu dengan rangkai mimpi dan harap bahwa cinta ini akhirnya menjadi perhiasan hati yang meleleh,
“Apa pun kau, milikku tetaplah indah..”

Satu ode pada labirin yang nelangsa, pernahlah kau membuatnya penuh dengan asa dan senyum terangkai mimpi yang maha dahsyat.
Ode pada labirin yang memaku cekat luka, lelahkah engkau untuk sakit yang makin membuatnya lara? Jengahkah asamu?
Baca Selengkapnya - SATU ODE PADA LABIRIN

PUNGGUNGMU TAK LAGI BERCERITA


Kau yang kucinta karena pernah menautkan harap pada aku yang mendamba, kuingat kau dalam imagi yang meredup. Dalam dekapku kurengkuh semua kisahmu yang tak pernah kau buka untukku. Masih rapi terkunci dalam kotak pandora yang beku untukmu sendiri. Tak pernahkah kau rasa getar hangatku ingin menjauhkanmu dari semua dukamu yang kelam itu?
Kau yang kurindu karena pernah menancapkan mimpi padaku untuk kelak kita, kuusap lembut keningmu yang menua dengan gurat takdir yang pernah menadirkan kau dalam nelangsa, pernahkah kau merasakan kala tiap usap jemariku dikeningmu mengukirkan janji, bahwa rajam kejam apa pun di bumi ini tak akan pernah kau lewati tanpaku?
Kau yang kuiinginkan karena pernah menyanggahkan kepercayaan diri untukku yang terlunta demi satu penghargaan, kudekap ragamu yang lelah dalam luasnya pelukku. Kuharap agar sampai kapan pun kerasnya hidup mencambukmu, aku selalu hangat menenangkan dalam dekap, pernahkah kau rasakan sayap cintaku tak akan terkatup untukmu?

Diakhir semuanya,
Kau tinggalkan aku di pagi yang dingin dalam gelap dengan punggungmu yang lelah tanpa pernah menengokku untuk memelukku lagi dalam hiasan maaf dan janji yang ingin kau ikatkan untukku.
Terpekur aku meratapi punggungmu yang menjauh dariku yang lunglai gontai tanpa daya. Dan disanalah aku meratapi kepergianmu, "Punggungmu tak lagi bercerita untukku yang tak pernah lelah mengharapmu mengucap sekali saja kata, "Aku pernah mencintaimu...,"

Berselang setelah semuanya berakhir,
Kudapati matamu begitu marah pada hari yang keamrin kau lewatkan tanpa aku. Segunung sesal kudapati lamat-lamat dikedua matamu yang meredup. Kau peluk aku begitu erat malam ini hanya dengan kedua matamu dan hari yang kau tahu adalah hari terakhir yang kau mau habiskan denganku.Ceritamu tak pernah habis untukku, tawamu tak pernah ingin meninggalkanku. Kau yang selalu membuatku jengah hingga kujatuh dalam pongah. Kau juga yang memohonkan segenap pinta maaf dalam ujung yang tak pernah rela kau tebus. Mati harus kau jalani sendiri, mati juga yang kau mau untuk tetap berdampingan denganku yang masih juga mendamba arahmu untuk rekam masa yang harus kutempuh tanpa adamu lagi.
Baca Selengkapnya - PUNGGUNGMU TAK LAGI BERCERITA

SENDIRI YANG TAK JUGA MENGGENAPINYA

Hadirnya tidak pernah diharapkan siapa pun. Tidak juga mereka yang mengatasnamakan cinta dan janji sehidup semati dihadapanNYA. Sedari awal pintanya meradang mencari cinta. Inginnya dia menjamah semua yang memandangnya demi rengkuh yang hangat. Tak banyak kata yang pernah dilontarkannya. Tapi matanya selalu nyalang mencari. Telinganya pun tak pernah tidur untuk mendengar setiap pengingkaran-pengingkaran atas dirinya. Hatinya begitu keras berdebum, membenamkan semua sangkal agar dirinya diterima mereka. Sendiri dia disekitarnya. Kadang dadanya membungkuk dan meneku hebat juntai kakinya manakala pengharapannya tak pernah menegakkan mukanya. Tercabik oleh caci dan tersungkur karena luka. Sekecil itu hidupnya tak memberikan keindahan. Tak ada pembelaan untuk jiwanya yang mungil dan mencari perlindungan hingga dia selalu tersudut di sudut gelap tanpa ada yang menggapainya.

Belianya mengeram dalam hampa. Ada cinta yang pernah menyapanya dengan getar lembut yang membuatnya merasa ada. Dia tersenyum. Ada bunga mekar dalam binar mata belianya. Inginnya dia bersandar pada peluk yang dirindunya puluhan tahun lampau. Tapi hatinya yang pernah menolak cinta telah membuatnya gentar. Apakah cintanya mampu melindungiku ? Mereduplah dia dalam ragu. Ditutupnya hatinya untuk cinta. Dan seketika itu jugalah sakit itu menyengatnya. Ada caci lagi yang dimuntahkan mereka untuknya yang tak bisa lain selain menunduk dalam nista yang kembali disematkan untuk liku hidupnya. Sakit. Tapi apalah artinya sakit kala sang maha berhak atas dirinya menyematkannya untuk mempertegas status kepemilikan mereka ? Sakit itu mati rasa. Dan dielusnya sekali lagi luka itu. Disimpannya dalam bilik hati yang menghitam.

Remajanya memuakkan. Ada sudut yang selalu ditutupnya rapat-rapat dalam sudut kelam mata hitamnya yang mempesona. Tak pernah lagi ditatapnya cinta dengan matanya. Lalunya menolak cinta. Dia mencoba mencari lagi nilainya dari mereka yang menghadirkannya dalam gelap kelam yang memanas. Pedih luka itu dibasuhnya sendiri. Oh...rindunya diharapkan ada meski tak pantas ada. Kemana pun dia berjalan, tak pernah lagi diangkatnya raut muka nelangsa itu. Ada malu yang dibenamkan padanya. Ada jijik yang dijahitkan dalam kedua katup bibirnya. Membisu adalah apa yang terindah untuk digaulinya.Nafasnya mulai putus-putus. Lelah dan gontai. Apakah akan ada yang mengakuinya tanpa pernah membenamkan luka padanya ? Mereka menjawabnya dalam satu bentakan bahwa dirinya tak pantas merasa cinta karena dirinya menjijikkan.

Dan kini,
Dia hidup dengan luka yang menganga dalam dan merah. Perih. Tapi luka itu senantiasa mencintainya yang bodoh. Berkali terlunta dalam pencarian akan adanya. Berkali juga termuntahkan dalam onak yang menolaknya. Ada yang diharapnya hadir mutlak untuk tidak pernah lekang oleh waktu, syarat dan opini. Agar dirinya bisa lagi mengangkat mukanya dengan bangga untuk berjalan bersama dalam keyakinan yang dihangatkan darimu untuk sisa alur hidupnya yang hanya meninggalkan sedikit saja asa. Jangan lagi ada yang menyisihkannya karena dia menjijikkan. Jangan ada lagi yang memuntahkannya karena dia tak pantas. Jangan ada lagi yang mendorongnya ke sudut gelap karena kebodohannya.
Rengkuh saja dia.
Dia tak lagi mampu menyangga semua pengingkaran akan dirinya.
Hangatkan saja dia.
Dia hanya ingin merasa ada karena memang dia ada.
Ramaikan dia.
Sepi dan sendirinya telah begitu merampas semua yang tak pernah hangat dimilikinya.

Dan untukmu,
Tetaplah menghangat dalam nadi lenganku. Lukamu selalu kudengar dalam mimpi burukku. Hutangku untuk membuatmu bahagia diatas segala kebahagiaan fana yang kucari. Bersamakulah kau sematkan mimpi dan dendam keramatmu untuk amarah yang akan kubayarkan lunas demi akhir takdirmu. Bukan mereka yang akan membahagiakanmu, tapi aku ! Bukan mereka yang akan menggenggam erat jemarimu untuk melangkah ke depan tanpa pernah melepaskan lagi, aku saja yang bisa kau percayai ! Bukan mereka yang akan membuka katup matamu dari luka bernanah itu, tapi aku !

Aku tak akan pernah akan mengukirkan janji tanpa pernah melunasinya untuk senyummu.
Aku tak akan pernah membalikkan ragaku kala kau mencariku bersemat air mata yang menyakitiku.
Aku tak akan pernah menghindari hadirmu kala semua menghitung untung rugimu untuk mereka.

Aku ada disini karena aku akan menggenapimu !
Baca Selengkapnya - SENDIRI YANG TAK JUGA MENGGENAPINYA

MENGGUGAH KUTA UNTUK KITAi


Malam itu ada cinta mereka yang menari dipelupuk mata kita yang sibuk bertanya pada alam. Mereka begitu merajakan rasa yang mereka rajut sekian waktu dibelakang. Menghapus semua berat yang ditimpakan pada mereka oleh aturan dan pandangan. Tapi malam itu mereka hanya berdua. Tak ada yang lain. Tak ada juga kita yang tak juga berani beradu dengan takdir demi rasa yang sangat membuat kita hidup. Mereka saling bertukar cinta dalam tatapan yang menjunjung bahagia di pusaran paling puncak untuk kisah mereka. Semua senyumnya hanya untuk lelakinya malam itu.
Pongah kupandang mereka. Kita tak berdaya. Begitu besar kehilangan yang kita takutkan malam itu. Beliak mata ini tak cukup menyembunyikan butir bening kita dalam nista yang terpasung keinginan untuk lepas. Rindu kita untuk tidak ada diantara mereka, kalian dan dunia. Kita hanya ingin kita. Kami hanya untuk kami.
Kuingat lagi sore intu di Canggu yang beranjak gelap, kupeluk erat pinggangmu dalam rebahku di bahumu. Begitu beratkah melepaskan kita untukmu ? Mampukah aku meluntakan rasa ini demi kami ? Tak ingin kulepaskan semua ini, tapi bisik takdir kita makin membahana. Kita tidak untuk dipersatukan. Aku harus segera beranjak meninggalkanmu. Kita sama-sama tahu bahwa ini adalah yang terakhir dalam ratusan asa yang pernah kita jalin bersama, bahwa memang ini akan jadi yang terakhir.
Kulangkah dua tungkai kakiku yang berat ini, kueseret sebisa ragaku melakukannya, tapi tak bisa. Aku berlari lagi padamu, memelukmu, menghempaskan semua ketidakmampuanku meninggalkanmu. Kudengar hebat jerit ketidakrelaan yang sama padamu untuk melepaskanku malam itu.
Kembalilah kita pada Kuta yang megah.
Berdua lagi disana mengadu tanya pada Sang Maha, tak bisakah KAU ijinkan kami bersama ? Meluruhlah kita lagi, dan lagi pada jawab yang sama. Mata kita tak lagi mampu beradu dalam peluk yang hangat. Kita kalah. Kita terkalahkan. Lepaskanlah aku sekarang. Hatiku tak lagi mampu menahan koyaknya kisah kita yang lara. Semakin kutatap matamu, semakin kulihat merah itu didasar matamu. Dan semua pun memudar, kala kutinggalkan kau dalam peluk yang tak ingin kau lepas. Kulepaskan kau kala ciumanmu makin menghangat di bibirku yang tak pernah mengucap cinta lain selain cintamu yang membuatku berharga.
Kuta,
Jagalah dia untuk aku...berikanlah kenangan manis kami yang pernah kau rekam di malam-malam hening bersamamu kala dia datang sendiri padamu dengan rindu yang tak terbayar olehku.
Kuta,
Kuatkanlah aku demi dia...bisikkanlah rindunya untukku yang dia titipkan padamu kala aku kembali padamu menanyakan khabar cintanya untukku yang tak pernah boleh kita rajut lagi.

Dan kita,
Ingatlah selalu Kuta kita yang telah begitu membuat kita tinggi akan rasa manakala kita saling mencandu bahagia. Kuta yang tak pernah meninggalkan kita. Kuta yang tak pernah menjauh dari angan kita yang tak lunas untuk dunia yang penuh dengan labirin luka. Ingatlah Kuta yang menggugah kita.


(Mengingatmu yang hilang. Aku masih mengingat kita)
Baca Selengkapnya - MENGGUGAH KUTA UNTUK KITAi

Sabtu, 27 Agustus 2011

KALAU KAU BUKAN ANJING

Kalau kau bukan anjing, 
Untuk apa kau mengendus aku yang berdarah
Lalu kau terkam lagi lukaku
Mencabik-cabiknya dengan lahap
Terus menyalak dengan teriakan suka cita
Dan kemudian kau tinggalkan aku dalam regang pilu penuh nelangsa

Kalau kau bukan anjing,
Bagaimana kau bisa mengencingi aku yang telah kau buat mati
Merajamku dengan taring tajammu
Pijak kau injak aku penuh benci membara
Demi kepuasanmu atas keabadian dera laraku
Hingga kau khabarkan tawa kemenanganmu dibalik perihku yang tak lagi punya asa

Kalau kau bukan anjing,
Biarkan ku kemasi semua serpihan jantung hatiku yang kau koyak
Relakan aku melekatkannya lagi pada raga tanpa bentukku
Indahkan diriku yang melipat habis ketidakberdayaanku sendiri pada nirwana
Sampai ku berujar, "Aku tak pernah mau cintamu, Anjing!" 

Baca Selengkapnya - KALAU KAU BUKAN ANJING

AKU

Aku legam hitam dan kotor saat bersitatap denganmu
Aku noda dalam hitam pekat nyaris tak bisa kau lihat
Aku busuk menyesakkan pikir tiap siapa pun yang kutemui
Aku hendak mati meyesap sakit dan lukaku diceruk kubangan

Aku ada untuk selalu menjadi sampah
Aku pernah ada untuk lalu dimuntahkan
Aku sesekali ada dan berakhir untuk ketiadaan
Aku tak pernah mau terlihat dan tak pernah mau terdengar

Aku hanya setitik kerlip cahaya
Aku tak bersinar ditimpa kerling binar terang lain yang benderang
Aku hanya kukusan awan gelap tanpa arah
Aku tak tergerak meski berarak kian kemari pada berisiknya keriaan

Aku punyai sedikit sisa nyala dalam hatiku yang remuk tanpa redam
Aku hanya miliki setitik pancar pendar yang kuharap tak segera pudar
Aku tersisa sedemikian saja, "Tegakah masih kau padamkan aku yang fana ini?"
Aku terlalu singkat untuk dunia, "Masihkah juga kau injak aku hingga titik ternadir?"   










Baca Selengkapnya - AKU

Jumat, 26 Agustus 2011

TOILET

Beberapa waktu kemarin, berkali lebih sering kusinggahi
Kubakar sebatang rokok lalu penuhimu dengan asapnya
Gantung makian yang ini disudut kiri, sudut kanan kuisi serapah
Injak kupijak mukamu dalam-dalam pada telapak kakiku yang basah
Mati sajalah segera, aku mengamuk dan muak untuk takdirmu!
Teriakkanku lantang mencabik-cabik mukamu yang setengah binatang
Jemari-jemari ini gemeretak menampik semua masam durjamu tanpa ampun
Aku biang di singgasanaku, punyai kuasa!
Menimbunmu tanpa nyawa atau setengah hidup disini dalam imagi adalah mauku
Darahmu tidak pernah ada dalam tiap tetes yang menghidupi jiwaku yang lama mati
Berdesau risau walau tanpa pengakuan sekalipun jadi tunai untuk harga diri
Hidup tidak untuk selalu menjadi beli-belianmu meski toilet tempatku memperbudak adamu!











Baca Selengkapnya - TOILET

KAU BARU

Kamu baru
Kutemui saat aku tak tahu siapa pemilikku
Kutengok sekitarku
Kau yang kemarin pupus dan berlalu

Kamu baru
Kenangan hanya menyisakan biru bagiku
Kusesap aromamu
Kau tanggalkan semua yang luruh dalam ambigu


Kau baru
Ketemu hanya dalam mimpi, mungkinkah kau sayatkan juga sembilu?
Kalau kau baru...
Kisah terakhirkukah yang kau basuh cinta tanpa rindu?






Baca Selengkapnya - KAU BARU

Kamis, 25 Agustus 2011

KATA BAHAGIA

Duduk berdua genggam menggenggam cinta yang dicintai
Satu senyum simpul yang sama
Esok aku tersimpan masih didalamnya hati
Bagiku mata ini hanya memandang kita

Sehamparan hijau rindang semi-semi rasa yang semilir
Dua langkah seirama yang beradu
Pancang hati ini kubenamkan dalam tanpa nadir
Bahagia untukku adalah selalu denganmu

Lekang tak akan pernah datang dan jadi usang
Pergi lari dan hilang bukanlah satu masa yang kita lihat
Bersisian dalam satu pijak berani selalu menantang
Walau mereka berujar gempita, bahagia kita hanya berdua




Baca Selengkapnya - KATA BAHAGIA

TEMURUS TULANG RUSUK

Pernah kutanya,
Jenakkah kau singgah?
Untukku yang tak pernah minta hadirmu
"Aku terlena pada temaram senja dipelupuk matamu...."

Pernah sekali kau tanyakan
Berkenankah kau padaku?
Sewaktu awal menyibak rasamu
"Hatiku perih, masih tak tergetar menikmati adamu..."

Sedikit malam kau dongengkan padaku seindah senja yang oranye
Kudengar gelakmu sembari mengeringkan bekas lukaku sewaktu sore
Tak pernah kau lepas pelukanmu seakan tak pernah mau meninggalkanku
Luluh berpeluh kusandarkan laluku pada bahumu yang luas bak lautan ombak

Begitukah patah tersambung lagi dan terkait kembali dari bagiannya?
Bertemu suka dengan luka seperti pertemuan hampa dengan keriaan
Seperti itukah kiranya perih sakit tersembuhkan dari tangisan?
Sembilu yang biru terbasuh hijaunya temurus tulang rusuk dua insan
Baca Selengkapnya - TEMURUS TULANG RUSUK